Politisi "Tetong-Tetong", Haus Popularitas, Minus Kapasitas
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Politisi "Tetong-Tetong", Haus Popularitas, Minus Kapasitas

الجمعة، 11 أبريل 2025,

 



Oleh Agung Marsudi

DEMI like, subscribe, dan followers. Fenomena para politisi tampil bak artis di dunia maya, makin-makin saja. Pamer rutinitas, lupa identitas, haus popularitas, minus kapasitas.

Dunia kiwari, dunia digital, dunia AI. Semua blunder. Semua buzzer. Elite!

Seperti potongan bait puisi ini, "Negeriku lucu, dan para pemimpinnya suka mengocok perut. Banyak yang terus pamer kebodohan, dengan keangkuhan yang menggelikan..."

"Penegak keadilan jalannya miring. Penuntut keadilan kepalanya pusing. Hakim main mata dengan maling. Wakil rakyat baunya pesing. Hi hi ..."

"...Ada udang dibalik batu. Otaknya udang kepalanya batu. Ha ha, hi hi...Sekali dayung dua pulau terlampaui. Sekali untung dua pulau terbeli. Ha ha, hi hi...Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Kalian mati meninggalkan hutang. Ha ha, hi hi..." (Mustofa Bisri, Negeri Haha Hihi)

Di negeri Jiran, substansi puisi seperti ini dianggap sebagai puisi seronok, di negeri konoha disebut puisi yang menohok. Mudah dituduh subversif.

Kini di era digital, semua pingin mubal. Maunya viral. Semua tak peduli. Sosial media adalah segalanya. Segalanya adalah istana. Istana adalah "mereka".

Tidak ada yang tahu pasti, sejak kapan. Para buzzer mulai masuk istana. Mereka menjadi pasukan berdengung seperti lebah. Hidup leguh legah, dapat posisi basah.

Leguh legah, dan basah itulah potret politisi "Tetong-Tetong". Tong kosong berbunyi, "Dong!"

"Apanya dong, dang ding dong?"


Solo, 11 April 2025

TerPopuler