Puasa jaga fisik, jaga asupan politik
Agung Marsudi
Duri Institute
PESTA pora demokrasi 2024 telah usai. Kini pendulum telah bergerak ke Mahkamah Konstitusi. Demo-demo hanya bumbu yang digoreng-goreng. Asupan politik yang bergizi tak butuh kata benci, iri, caci maki. Sebab ketiganya penyakit politik kita yang berbahaya, dampaknya seperti apa memakan kayu bakar.
Di tengah bulan puasa, memang fisik harus dijaga. Kerja-kerja politik, juga kerja-kerja ibadah, butuh keikhlasan dan kejujuran. Keduanya butuh asupan yang seimbang. Politik dipuasakan dari sifat kebencian, amarah dan dendam.
Pertandingan adu kekuatan untuk menawarkan gagasan "menata negara" lima tahunan telah purna, meski belum paripurna. Residu pilpres 2024 harus dibersihkan. Berani jujur, mengakui kekalahan. Sebab demokrasi juga menomorsatukan keterbukaan.
"Utamakan Indonesia!"
Pemilu adalah bagian dari rantai demokrasi mengutamakan Indonesia. Bukan politik segalanya. Rakyat telah memilih apa yang mereka mau. Apa yang mereka suka. Rakyat tidak buta. Rakyat telah terbiasa diintimidasi oleh politik zombi. Kemenangan Prabowo-Gibran adalah suara pembebasan rakyat, lepas dari auman demokrasi.
Selamat Pak Prabowo, di pundak anda nasib bangsa ini lima tahun ke depan dipertaruhkan. Mempersiapkan cabaran Indonesia Emas, Indonesia gilang-gemilang.
Rakyat bukan "Korea-Korea". Mereka adalah pemilik sesungguhnya kedaulatan. Bukan sebutan "Korea" yang menyakitkan. Demokrasi kita harus dipuasakan dari segala bentuk ketamakan kekuasaan.
Asiknya, Harta, Tahta, "Casytha".
Solo, 23 Maret 2024