Agung Marsudi
Duri Institute
TAK bisa dibayangkan, karena memang ini tidak untuk dibayangkan, tapi untuk dinikmati. Habis nonton langsung gebrag reog Ponorogo, lengkap dengan jatilan, bujang ganong, kelana sewandana, warok dan dua Dadak Merak, lalu mata saya dipaksa, sambil menunggu pagi, untuk melihat dan mendengarkan kepiawaian Mariah Carey, dengan tembang, "I'll be there".
Berkali-kali tembang ini saya nikmati. Hingga terbayang pada isu terhangat saat ini, yaitu Pilpres 2024. Bukan soal siapa yang menang, tapi siapa yang mampu menjadi pahlawan, bagi rakyat. Seperti potongan lirik lagu Mariah Carey, "Just call my name. And I'll be there".
Pemimpin itu dimajukan selangkah, ditinggikan seranting. Artinya, tidak terlalu jauh antara jarak pemimpin dengan yang dipimpinnya. Sehingga ia selalu siap, sedia, siaga untuk rakyatnya. Ia selalu on call. Ia bergegas, ketika rakyat kehabisan beras. Ia makan di piring terakhir, karena memastikan seluruh rakyatnya sudah makan duluan.
Dialah pahlawan keadilan. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masih ingat, ketika presiden Jokowi mengundang tiga calon presiden Anies, Prabowo, Ganjar untuk makan siang bersama di istana, penuh tawa dan dibiayai uang negara. Adakah yang tersirat?
Musik yang dilarang adalah suara sendok dan garpu ketika makan di istana negara, sedang rakyatnya kelaparan.
Mereka telah makan di piring pertama, sebelum rakyatnya. Yakinlah, mereka tak akan berani mengatakan, "Just call my name. And I'll be there".
Kecuali yang ngomong itu dari ujung telepon, dengan nada sahdu, merayu. Suara seorang wanita yang biasa berkelindan dengan relasi kuasa, harta, dan tahta.
14 Februari: Dicari pemimpi(n).
26 Januari 2024