JOKOWI HIDUP DARI INDONESIA
Bukan Indonesia hidup dari Jokowi
Agung Marsudi
Duri Institute
CATATAN saya berjudul Takdir Indonesia dan Jokowi (2/1) mendapat respons yang 'ngeri-ngeri sedap' dari sahabat-sahabat di seantero tanah air. Ada yang lunak, ada yang keras. Semua asik, hanya nada dasarnya saja yang berbeda.
Saatnya tidak lagi berbasa basi, kita bentuk barisan dari Papua sampai Aceh lakukan Revolusi Total. (Yazid, Jakarta)
Politik dinasti yang dilakukan Jokowi itu manusiawi, seperti Marcos di Pilipina dulu. Kekuasaan itu makin diminum, makin haus, tidak pernah hilang dahaga. Kalau rakyat makin menjerit. Nunggu disuntik mati. Saya minta Indonesia bubar saja, karena tidak sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa. (Frengky, Medan)
Dulu orang-orang sekitarnya semua hampir beda pendapat, setelah dirangkul mereka sependapat karena ada pendapatan yang didapat. Itulah yang dipertontonkan pada rakyat. (Refri, Sumbar)
Tiga komentar ini, seperti mewakili aliran darah dan pikiran warga yang berbeda. Tentang takdir Indonesia dan Jokowi. Jokowi hidup dari Indonesia. Bukan Indonesia hidup dari Jokowi.
Setiap suksesi kepemimpinan, Indonesia seperti mengalami kelumpuhan akal sehat, hanya karena beda pilihan dan pendapat. Aspirasi disumbat dengan selembar 'uang merah' yang dilipat.
Masa jabatan Jokowi berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang. Langkah Jokowi terhenti. Setiap pemimpin ada masanya. Setiap masa ada pemimpinnya. Tapi takdir Indonesia menunggu hasil kontestasi 14 Februari.
Tak ada yang bisa diharapkan dari pesta demokrasi zombi, kecuali nurani rakyat sendiri. Itu sebabnya, di setiap pemilu, rakyat sejatinya tidak sedang diuji, tapi diundi. Nasibnya, hidupnya, harapannya. Masa depannya diundi dengan janji-janji.
Rakyat diuji, tapi tak pernah ada tanda kelulusan.
Jakarta, 4 Januari 2024