Mikul dhuwur, mendhem jero
Agung Marsudi
Duri Institute
DI MATA Najwa bolehlah bergaya, karena disorot kamera. Tapi di mata rakyat, tak ada yang terlupa. Ungkapan, timbul tenggelam bersama rakyat itu sumpah setia. Bukan retorika.
Pada setiap upaya rekayasa, ada karma. Jalan kebangsaan, tak bisa diselesaikan hanya dengan patriotisme di jalan politik.
Gelombang aspirasi yang tersakiti, memang bisa ditenggelamkan sedalam-dalamnya di laut, tapi bukan 'mendhem jero". Dan yang timbul di darat tak bisa disamakan dengan 'mikul dhuwur'. Kehormatan rakyat di atas segalanya. Permainan kata-kata saja berbahaya, apalagi mempermainkan rakyat.
Pilpres tidak hanya pertandingan tapi juga permainan, tapi rakyat tidak untuk dipermainkan.
Timbul tenggelam bersama rakyat, itu bermakna 'mikul dhuwur, mendhem jero'. Bayangkan jika jutaan 'rakyat ketaton' lalu membangun kanal sosial dan mengikuti jalan pikirannya sendiri.
Merasa baik, belum tentu bersentuhan dengan kebaikan. Tapi kebaikan bersama orang-orang yang baik. Indonesia masa depan membutuhkan pemimpin, bukan pemimpi. Apalagi pemimpi di siang bolong. Elitnya makan spaghetti, rakyatnya mangan 'godhong'.
Presiden, telah mengundang 3 calon presiden makan siang di istana. Tentu dibiayai negara. Sementara dalam politik terkenal adagium, 'tidak ada makan siang yang gratis'.
Pesan orang-oran tua, Pemimpin yang baik itu, makan belakangan, setelah rakyatnya makan.
Jakarta, 26 Desember 2023