Pilpres 2024: Anis Jagung, Prabowo Padi, Ganjar Ubi
Agung Marsudi
Duri Institute
DULU, sudah lama sekali. Kakek saya adalah seorang lurah (seumur hidup) di sebuah desa di bumi Sukowati, Sragen. Era itu kehidupan desa adem, ayem, tentrem. 'Desa mawa cara, Negara mawa tata'.
Pemilihan kepala desa waktu itu, tidak mencoblos tanda gambar, tapi para calon diwakili simbol-simbol hasil bumi seperti singkong, jagung, padi, dan sebagainya. Pemilih cukup memasukkan 'biting' atau lidi yang dibagikan, lalu dimasukkan ke dalam kotak.
Jadi, hasilnya 'padi yang menang, atau jagung yang menang'. Tidak menyebut nama orang. Alangkah indahnya pemilihan saat itu. Pemilihan damai. Sebuah kearifan lokal yang mestinya bisa dipertahankan.
Dan era itu tinggal kenangan, kini semua serba uang.
Kalau hari ini, rakyat membayangkan, Anis itu jagung, Prabowo itu padi, dan Ganjar itu ubi. Maka, demokrasi akan terasa ada sensasi. Hasil bumi itu sendiri adalah simbol kemakmuran. Sehingga memilih calon presiden, adalah memilih jalan kemakmuran.
Tidak ada visi misi yang diperdebatkan, karena kemakmuran adalah harapan semua para penghuni bumi (pemilih). Dan itu berarti tercukupinya hajat hidup orang banyak. Kebutuhan rakyat akan pangan, sandang dan papan.
"Bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" (UUD 1945 Pasal 33 ayat 3)
Hasil bumi itulah sejatinya simbol demokrasi kita, warisan para pendiri bangsa, bukan politik baliho yang memenuhi ruang, dan tak enak dipandang.
Mau pilih jagung, mau padi atau ubi sama-sama hasil bumi negeri ini. Negeri yang mestinya masih gemah ripah loh jinawi, tak kehilangan jati diri jika para calon presidennya mengerti.
Solo, 29 November 2023