"Bijingin Tilil" Mubal Kemana-mana
Oleh Agung Marsudi
WAKTU kecil ketika ikut acara persami, perkemahan sabtu minggu, untuk lucu-lucuan, saat tampil di malam api unggun, saya disuruh kakak pembina untuk nyanyi lagu "potong bebek angsa" yang semua vokalnya diganti dengan huruf "i" jadilah saya belepotan menyanyikannya. "Piting bibik ingsi misik di kiili, nini minti dinsi, dinsi impit kili ..."
Lalu ketika sudah duduk di bangku SMA. Selalu saja dapat kiriman tulisan, ketika menyebut kata-kata saru, kasar, carut, umpatan, biar gak bunyi, dan tetap menjadi konsonan, maka vokalnya diganti dengan, (*), jadilah kata, yang seperti diucapkan Rocky, dan mubal, heboh "b*j*ng*n, t*l*l".
Sebelumnya diksi "dungu" Rocky juga heboh, padahal kata itu jelas ada di deretan kata, kamus besar bahasa Indonesia. Kalau kita ganti vokalnya, biar tetap konsonan, jadilah, 'd*ng*'. Umpatannya, kekuatan kata itu tak berbunyi.
Meski sejatinya, kata-kata yang dihebohkan itu, biasa-biasa saja. Kata itu menjadi heboh, viral, karena dipilih, dimunculkan ke khalayak ramai oleh Rocky. Kalau tidak kata itu menjadi tabu, dan masuk kotak sampah.
Dua kata itu, "bijingin tilil" menjadi seronok dan degil, dan "mubal" kemana-mana. Karena ditarik-tarik ke ranah hukum, "dimejahijaukan", ditarik-tarik ke politik. Menjadi panggung politik, iklan politik, senjata politik. Padahal perang dua kata itu hanya melibatkan dua pria dewasa, bernama, "Rocky dan Presiden"
"Yang bukan Rocky, yang bukan presiden. Minggirlah!"
Biarlah dua ksatria milik bangsa kita itu, membuktikan kecintaannya pada negerinya. Yang lain, tak perlu sibuk, dengan hal-hal yang bukan hal, bagi kemajuan bangsa.
Merayakan cinta, dan kemerdekaan tak elok, tak seronok dengan menghebohkan kata, "bijingin tilil" itu. Malu menjadi bangsa besar, yang dibanjiri air bah informasi tiap hari, tapi semakin tidak mengerti apa yang seharusnya dimengerti.
Rocky sudah mengucapkannya dengan "merdeka". Kalau kasusnya nanti berakhir di penjara, berarti Si Rocky sedang menguji "kemerdekaannya".
Dirgahayu Mbah Darmo Geyol, seorang bajingan yang telah 78 tahun tetap membawa gerobag sapinya, mengangkut hasil panen padi warga. Dari desa ke desa, desa yang melahirkan Indonesia.
Solo, 7 Agustus 2023