RAKYAT DIUJI
Oleh Agung Marsudi
Pendiri Duri Institute
SIAPA bilang memilih itu mudah. Meski hanya pilihan berganda, dan untuk itu dibiayai negara. Saat pemilihan umum, ketika rakyat hanya melihat tanda gambar. Pilihan menjadi semacam beban, yang mengganggu pikiran, karena dampaknya panjang, tidak hanya lima tahunan.
Meski di atas podium, para orator mengatakan, "Hidup adalah pilihan". Memang rakyat punya pilihan?
Wanita diuji, saat pria gak punya apa-apa. Pria diuji, saat wanita gak pakai apa-apa. Rakyat diuji, saat presidennya gak ngerti apa-apa.
Pemilu bisa saja menghasilkan pemimpin terpilih, tapi tidak terlatih. Di negeri +62 demokrasinya memang unik, presiden yang terpilih tidak harus "terbaik". Semua tergantung "kebaikan" rakyat. Suara rakyat itu penting, tapi mereka nyaris gak punya "kepentingan".
Itu sebabnya, di setiap pemilu, rakyat sejatinya tidak sedang diuji, tapi diundi. Nasibnya, hidupnya, harapannya. Masa depannya diundi dengan janji-janji. Janji kesejahteraan dibayar dengan utang.
Demokrasi kita harus naik kelas. Pilpres 2024, bukan soal siapa apa, tapi bagaimana jika. Narasi mimpi beradu gagasan atau argumentasi, hanya sensasi. Mesin elektoral, segaris dengan "modal". Tak segaris dengan "moral". Manifesto politik hanya untuk diobral.
Debat kandidat, yang dilanjutkan dengan ritual pilihan berganda di bilik suara, rakyat bisa apa. Rakyat rebutan pepesan kosong demokrasi, dibungkus kekuasaan.
Rakyat diuji, tapi tak pernah ada tanda kelulusan.
Solo, 30 Oktober 2022