NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni terus mengingatkan pemerintah daerah (Pemda), mengenai pentingnya menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dia menekankan, baik perencanaan maupun penganggaran harus tepat sasaran dan fokus pada program prioritas nasional.
Hal ini disampaikan Fatoni secara virtual dalam Rapat Koordinasi (Rakor) APBD dan Percepatan APBD Semester I Tahun Anggaran (TA) 2022 Provinsi Sulawesi Tenggara Selasa (19/7/2022), dan Rakor Percepatan Penyerapan APBD Provinsi Kalimantan Barat TA 2022, Rabu (20/7/2022).
Menurut Fatoni, sinkronisasi dan konsistensi ini sangat penting dan perlu dijaga, agar sasaran yang sudah ditetapkan dapat tercapai. "Perencanaan dan penganggaran harus konsisten. Kegiatan yang dianggarkan harus direncanakan, dan kegiatan yang direncanakan harus dianggarkan," ungkap Fatoni.
Lebih lanjut Fatoni menyampaikan, kegiatan yang direncanakan harus memperhatikan program prioritas nasional dan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu, langkah ini juga perlu mengutamakan penganggaran yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), secara keseluruhan, jumlah program, kegiatan, dan subkegiatan pada APBD tidak melebihi jumlah pada tahap Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Namun, selisih jumlah subkegiatan pada APBD dengan RKPD cukup besar.
“Di mana banyak subkegiatan yang ditetapkan pada RKPD tidak digunakan pada APBD," ungkap Fatoni.
Di lain sisi, Fatoni mengapresiasi komitmen Pemda dalam menggelar Rakor seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat. Sebab, kegiatan tersebut penting untuk mengoptimalkan alokasi APBD bagi kesejahteraan masyarakat serta mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Meski demikian, Fatoni mengaku masih menemukan Pemda yang telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) pada 2021, tapi APBD baru ditetapkan dalam sistem atau mengunci jadwal penetapannya pada 2022.
"Ini sengaja kami sampaikan untuk menjadi perhatian kita bersama, agar kita lebih detail lagi memperhatikan belanja dan konsistensi perencanaan dan penganggaran baik di provinsi maupun kabupaten/kota," ujar Fatoni.
Lebih lanjut, Fatoni membeberkan total realisasi belanja berdasarkan data laporan 18 Pemda se-Sulawesi Tenggara hingga 17 Juli 2022 mencapai Rp5.413,55 miliar atau 23,98 persen. Jumlah ini dari total APBD provinsi dan kabupaten/kota sebanyak Rp22.579,83 miliar. Sementara itu, APBD provinsi dan kabupaten/kota untuk pengadaan barang dan jasa di daerah tersebut sebesar Rp10.955,37 miliar.
Sementara alokasi APBD provinsi maupun kabupaten/kota untuk mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia sebanyak 40 persen dari total belanja barang dan jasa yang mencapai Rp4.382,15 miliar. Selanjutnya, realisasi belanja barang dan jasa dalam rangka Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yaitu sebesar Rp1.722,35 miliar atau 39,30 persen dari potensi APBD provinsi dan kabupaten/kota.
“Realisasi belanja Produk Dalam Negeri (PDN) tertinggi Kabupaten Konawe dengan persentase sebesar 83,98 persen (Rp142,10 miliar) dan rata-rata realisasi belanja PDN se-Sulawesi Tenggara sebesar 39,30 persen (Rp1,72 triliun)," tutur Fatoni.
Selain itu, Fatoni menyebutkan, tiga daerah dengan persentase realisasi APBD TA 2022 tertinggi berdasarkan data SIPD per 18 Juli 2022 pukul 12.00 WIB. Daerah tersebut di antaranya Kabupaten Buton Selatan dengan persentase realisasi 36,08 persen atau Rp200,59 miliar, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan presentase realisasi 34,09 persen atau Rp1,69 triliun, dan Kota Kendari dengan persentase realisasi 31,71 persen atau Rp617,30 miliar.
Tak hanya itu, Fatoni menambahkan, daerah dengan pendapatan tertinggi di Sulawesi Tenggara adalah Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai 50,73 persen atau Rp1,95 triliun. Sedangkan daerah dengan realisasi belanja tertinggi yaitu Kabupaten Konawe yang mencapai angka 39,50 persen atau Rp580,71 miliar. Sementara Kabupaten Muna Barat merupakan daerah dengan proporsi realisasi pendapatan dan realisasi belanja tertinggi, yakni sebesar 311,67 persen dengan realisasi pendapatan Rp72,52 miliar serta realisasi belanja Rp23,27 miliar.
Dia menyebutkan, rata-rata proporsi realisasi pendapatan dengan realisasi belanja pada Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara yaitu 136,30 persen, dengan total realisasi pendapatan Rp7,38 triliun dan realisasi belanja Rp5,41 triliun.
"Untuk proporsi realisasi penerimaan terhadap realisasi pengeluaran tertinggi adalah Kota Bau-Bau sebesar 332,76 persen dengan realisasi penerimaan sebanyak Rp185,73 miliar dan realisasi pengeluaran sebanyak Rp55,81 miliar. Dengan rata-rata proporsi realisasi penerimaan terhadap realisasi pengeluaran sebesar 143,90 persen, total realiasai penerimaan Rp7,98 triliun dan total realisasi pengeluaran Rp5,55 triliun," kata Fatoni. (Puspen Kemendagri)