20 PUISI 24 TAHUN REFORMASI
Oleh Agung Marsudi
BAGIAN TIGA
14
HUJAN TAK BERSAPA
Mendung gelap, menutup langit
Hujan tak henti, sejak dini hari
Ibukota menggigil lagi
Banjir menggenangi rumah-rumah,
Ruas-ruas jalan dan rel kereta api
Liukan deras Ciliwung
Tak peduli, membawa apa saja
Dari hulu ke muara
Ganasnya berhenti, tunduk di kuasa samudera
Tak perlu ditanya, banjir mengapa
Ia tak bersapa, dengan penguasa
Tak bertegur, siapa gubernur
Ia mataair, airmata
Bukti dengan bahasa air saja
Kita sudah tak berdaya membaca
15
LEUTSE 61, GUNTUR 49
Di dinding,
ada gambar-gambar besar
ekspresionis, tak berbingkai
Di dalam,
ada dialektika reboan
gerak-gerik Hariman
Puluhan tahun aktivis, terbata
Mengeja Soekarna-Hatta
Dari Malari hingga Jokowi
Belok kanan, mundur ke kiri
Belajar Indonesia ke Amerika
Lupa reformasi,
Kudeta konstitusi
Ingat katamu,
"Sesungguhnya revolusi yang kita mau"
Lalu ada sisa perlawanan
yang tersangkut di pagar depan
Guntur 49,
Selama ada nurani,
Perjuangan tak akan pernah berhenti
Kita tidak mau
melihat Indonesia hanya sebatas kamera
Masih ada jala, untuk gelombang kedua
Revolusi, satria bumi putera
di depan mata
16
MASIH SATU SUTRADARA
Jabatan dan anggaran dilelang
hukum diperjualbelikan
Lelang, beli, jual
adalah mesin kapital
tak tik tirani
tik tak memenangi
percaturan dan ekonomi
Tahta, harta, wanita
bau tak sedap korupsi
kemana-mana,
politik sandiwara
yang tak ada habis-habisnya
Ini soal tebang pilih,
siapa yang akan ditebang
kapan dan untuk apa dipilih
Politik, uang, korupsi, perempuan, jabatan,
masih satu sutradara
maka penjara, tak membuat mereka jera
17
JAMUAN DI ISTANA
Jangan mudah terharu
dengan jamuan meja makan
meski semua sudah bisa tertawa
bersantap, aneka rasa di istana
pengusaha, ulama, pelawak,
media dan mahasiswa
Apa kita tidak bosan disuguhi
menu makan setiap hari
makan waktu, makan uang,
makan teman, makan korban,
makan tempat, makan pikiran
makan tenaga, makan gaji buta
Rakyat jangan mudah terpesona,
apalagi meneteskan airmata
Itu hanya rayuan,
seni mengolah perasaan
Menang tanpa ada yang merasa,
dikalahkan
padahal, politik jalan tengah
sering menipu sejarah
karena kemanusiaan dan uang
Sudah lebih dahulu
melompat ke luar jendela istana
yang tersisa hanya,
daftar hadir, kertas-kertas berita acara,
dan notulen main mata
Itu sebabnya,
aku tak mau diajak ke istana
Karena aku takut hantu Belanda
18
MABUK DEMOKRASI ZOMBI
Mabuk cerita, omong kosong
mabuk politik, mehong
tangan kanan memberi,
tangan kiri korupsi
Mabuk upeti, kongkalikong
Piring-piring tak boleh kosong
O, oligarki di negeri nasakong
"nasionalis, agama, cukong"
mabuk investasi, angkong
suap menyuap para naga
mabuk Cina, siasat jalur sutra,
pesta narkoba
mabuk kopi, Kintamani-Toraja Kalosi
dari balik jeruji, mengatur komoditi
di kalibata bermain opera
di senayan, berganti peran
manajemen ketok palu,
koalisi gincu, merah kuning biru
Mabuk narasi, goyang terong
Mabuk puisi, sebatang lisong
mabuk pandemi, O, apalagi
di rumah mabuk sunyi
di luar mabuk tuak Dairi
Mabuk korupsi, mabuk istri-istri, mabuk komisi, mabuk ekstasi, mabuk kursi-kursi, mabuk orasi, mabuk demokrasi zombi, mabuk janji-janji di negeri sendiri
19
TUGU TANI
Mengiringi bundaran Tugu Tani
pagi hari, seperti manasik
merawat bumi,
meski dikepung gedung-gedung
Pak Tani dan Bu Tani, kokoh berdiri
menjadi saksi
Indonesia yang lupa diri
Jangan tanya penting mana
Ideologi atau teknologi
Karena jawabnya,
Kita masih bangsa petani
20
100 TAHUN INDONESIA
Konspirasi, reformasi
korporasi, diskriminasi
liberalisasi, legitimasi
kapitalisasi, oposisi
koalisi, oligarki
manipulasi, restorasi
divestasi, revolusi
Narasi basa-basi
demokrasi zombi
2045, wajah seratus tahun Indonesia
seperti apa
Indonesia tidak akan pernah merdeka,
selama kedutaan besar Amerika
masih berada di Jalan Merdeka