Oh, "Presiden(sial)!"
Oleh Agung Marsudi
LAYAR nytimes.com, Rabu (27/4) memuat ilustrasi menggelitik bertuliskan, "Elon Musk is a problem, masquering as a solution"
Lalu saya membayangkan bila nama Elon diganti dengan Luhut. Judulnya akan membuat kita, sebagai bangsa, tersenyum sendiri.
Kabar seorang menteri, dan kawan-kawan, berjas rapi, disambut dengan kaos oblong. Cita rasa jumawa, gaya Amerika. Untuk apa, mengajak "Tesla" menanam di kebun kita?
"Ayo kawan kita bersama
Menanam jagung di kebun kita
Ambil cangkulmu, ambil pangkurmu
Kita bekerja tak jemu-jemu"
Para pembantu presiden itu bukan para pembisik, apalagi berisik.
Presiden itu diusung partai, dipilih langsung oleh rakyat, dibantu para menteri, diberi hak prerogratif (bukan mandataris MPR lagi). Lima tahun pertama lancar punya, diberi kesempatan untuk lima tahun kedua. Kurang apalagi!
Kalau mau tiga kali, belum ada aturan baru, tapi ada peluang dan ruang politik, untuk mengamandemen lagi konstitusi. Dengan koalisi supermayoritas. Kurang apalagi!
Presiden kita, syaratnya tidak harus dikenal rakyat, gagah, muda, perkasa, profesional, sekolah tinggi, cakap berbahasa asing, atau mumpuni, yang penting dipilih rakyat dengan "suara terbanyak". Kurang apalagi!
Dalam menjalankan tugas kenegaraan, semua sudah disiapkan mekanisme dan perangkat yang sempurna, yang keras, yang lunak, ada hak keuangan administratif, biaya rumah tangga, dan protokoler profesional, terpilih dan terlatih, yang dianggarkan dari uang rakyat. Kurang apalagi!
Dengan presidensial, seorang presiden memiliki kewenangan penuh, untuk membawa rakyat sukacita menuju pulau sejahtera, tanpa gangguan. Dikawal tiga angkatan, dan bayangkara negara. Kurang apalagi!
"Presidensi, oh, presiden, sial"
Jadi, rindu Gus Dur, "Gitu aja, kok repot!"
Duri, 28 April 2022