Ngabuburit di Kebun Sawit
Oleh Agung Marsudi
MESKI tata kelola, dan tata niaga sawit, kini sedang sakit, acara ngabuburit di kebun sawit perlu juga dicoba. Apalagi di bawah hamparan kebun sawit yang sudah berusia. Bawa bapak, ibu, sanak saudara, jiran tetangga.
"Elaeis, tak boleh menangis!"
Para petani sawit di Sumatera, bahkan tak kehilangan kreatifitas dari dulu, setiap peringatan tujuh belasan, selalu menggelar kejuaraan "motorcross" justru sirkuit dadakannya di tengah kebun sawit. Tontonan murah meriah bagi warga.
Bagi petani sawit, yang telah berpuluh tahun menggantungkan hidupnya dari hasil kebun, seluas dua hektar, seperti Sofyan (57) warga desa Petani, kecamatan Bathin Solapan, Bengkalis, Riau, tak banyak mengeluh. "Mau harga naik, mau turun, mau heboh, kami hanya petani kecil. Tak tahu apa-apa, tak bisa apa-apa," ujarnya.
"Memang ngeri-ngeri sedap, kalau cerita tentang mafia sawit. Kebun-kebun yang luas biasanya juga milik para pejabat dan perusahaan entah darimana. Selama ini yang disebut petani, hanya orang upahan dan tukang jaga. Kebun bukan miliknya," tambahnya.
Berbeda dengan Dirun (49), warga Pekanbaru, yang selama ini bermain TBS, "Inilah rezim mafia inovasi tiada henti. Untuk merampas uang rakyat, umumkan sikat. Dapat, padat, kembalikan harga dengan merambat, lambat-lambat agar kembali lagi dapat. Pat gulipat, rakyat lagi butuh diembat," ujarnya.
Para petani tak tahu, hubungan kelangkaan minyak goreng, dengan ekspor CPO, dan urusan biodiesel. Mereka tak tahu juga mulai besok (28/4/2022) pemerintah melarang ekspor CPO.
Para petani sawit, tahunya hari raya sudah dekat, anak-anaknya perlu baju lebaran. Tak lebih, tak kurang. Hidup mereka sederhana, jauh dari kata senang. Sawit menurutnya memang tak membuatnya kaya, tapi bisa untuk hidup.
Lupakan boom sawit, kroni dana sawit. Ngabuburit di kebun sawit, pilihan murah, yang membuat hati lapang, tak sakit.
Duri, 27 April 2022