Orgasme politik, kangkung-genjer, suka-suka
Oleh Agung Marsudi
BEDA dengan filosofi Jawa terkait pengabdian, "Sepi ing pamrih, rame ing gawe" ini fenomena aneh di negeri kepak sayap oligarki. Ramai di dunia maya, tapi sepi di dunia nyata. Ribut ngurusi suara adzan, layaknya lolongan anjing. Tunda Pemilu. Presiden tiga periode, minyak goreng, JHT, BPJS, pindah ibukota dan lain-lain.
Medsos riuh, gaduh, melenguh, yang mengeluh, yang mengaduh.
Istana, tetap tenang, senang, kenyang, menang, tak goyang.
Setiap hari masyarakat dibanjiri air bah informasi. Tapi bangsa ini semakin tak mengerti, apa yang seharusnya dimengerti. Negara, pemerintah, pejabat, partai-partai, jalan sendiri-sendiri. Rakyat dihimpit aturan dan kesulitan. Tak ada kenduri kasih sayang, pemerintah semakin menyekat rakyat.
Tukang doanya, kepala ngaku nasionalis, tapi leher ke perut kapitalis, bawah perut maunya liberalis. Akut, yakut.
Pendengungnya dimana-mana, kemana-mana menggandakan propaganda, "pemerintah sedang baik-baik saja". Sementara faktanya berbeda. Semua serba meraja melela. Haluan negara sudah tak ada. Nahkoda dipegang "orang ketiga".
"Mereka" tengah menikmati orgasme politik, sambil berdendang "genjer-genjer" suka-suka. Salsa, dansa yuk dansa!
Solo, 28 Februari 2022