NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Usai mengkriminalisasi Ibu Bhayangkari, Nina Muhammad, kini kasus kriminalisasi oleh oknum Polresta Manado terjadi lagi. Kali ini korbannya adalah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertugas sebagai Bintara Pembina Desa atau lazim disebut Babinsa. Tidak kurang dari Inspektur Kodam (Irdam) XIII Merdeka, Brigjen TNI Junior Tumilaar, turun tangan membela Babinsa agar tidak dikriminalisasi oleh oknum Polresta Manado.
Sebagaimana viral di media sosial dan dilambungkan oleh media-media massa beberapa waktu belakangan ini, diketahui bahwa Brigjen TNI Junior Tumilaar bahkan menulis surat dengan tulisan tangan, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar polisi tidak membuat panggilan pemeriksaan terhadap anggota Babinsa.
“Ari Tahiru itu rakyat, dia minta tolong kepada Babinsa. Babinsa itu prajurit TNI, jati diri TNI adalah tentara rakyat, tentara rakyat itu dia berdasarkan kerakyatan, di mana rakyat menderita dia harus mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya, sesuai 8 wajib TNI. Dia harus bersikap sopan-santun terhadap rakyat, harus bersikap ramah-tamah terhadap rakyat, terus tidak boleh menakuti dan menyakiti hati rakyat,” jelas Junior Tumilaar dalam video viral yang dikutip Liputan6.com dan berbagai media lainnya, Selasa (21/9/2021).
Secara singkat, surat Junior Tumilaar berisi permintaan kepada Kapolri agar polisi tidak mengkiriminalisasi rakyat, Ari Tahiru (67), yang mempertahankan tanah warisannya yang dicaplok oleh PT. Ciputra Internasional (Perumahan Citraland), yang kemudian meminta bantuan atau perlindungan kepada Babinsa. Dalam surat itu, Junior juga meminta agar polisi tidak membuat surat panggilan pemeriksaan terhadap anggota Babinsa yang merupakan tentara rakyat, bagian dari sistim pertahanan negara. Di awal suratnya, Junior Tumilaar memberi catatan bahwa surat kepada Kapolri itu sengaja dibuat karena telah mendatangi Polda Sulut, dan juga telah dikomunikasikan kasus tersebut melalui jalur Forkopimda, tapi tidak diindahkan.
Tidak hanya itu, tentara penyandang pangkat satu bintang itu mengajak Polri untuk bersinergi membela rakyat miskin/kecil. “Akhir kata Demi Allah yang Maha Esa-Maha Kasih, mari kita bela Rakyat Miskin/Kecil, dan jangan bela perusahaan yang merampas tanah-tanah rakyat,” tulis Brigjen TNI Junior Tumilaar di bagian akhir suratnya yang ditembuskan kepada Panglima TNI, Kasad, dan Pangdam XIII/Merdeka, tersebut.
Tidak hanya menulis surat, Junior juga dengan gagah berani, berpakaian dinas lengkap, menjemput langsung petani miskin Ari Tahiru yang sempat ditahan Polresta Manado lebih-kurang 20 hari.
Menanggapi fenomena maraknya kriminalisasi warga di Polresta Manado itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengaku sangat sedih. “Saya bersedih hati karena Pimpinan Polri seakan tutup mata dan telinga atas keluh-kesah warga yang jadi korban ketidak-adilan hukum di tangan oknum-oknum polisi seperti di Polresta Manado itu. Anda bayangkan, apakah masuk akal menghukum Ibu Bhayangkari yang adalah anggota keluarga besar Polri dan petani miskin usia renta seperti Pak Ari Tahiru itu? Kejahatan seperti apa kira-kira yang mereka perbuat sehingga harus diproses dan dikurung dalam tahanan?” ujar Wilson Lalengke kepada media ini, Senin, 27 September 2021 dengan nada tanya.
Di kasus Ibu Bhayangkari, lanjut Lalengke, Nina Muhammad yang hanya istri seorang Bintara berhadapan lawan dengan Soraya Tanod yang adalah istri Direktur Marketing Bank Sulutgo. Di kasus petani miskin yang mempertahankan sepenggal tanahnya, Ari Tahiru berhadapan lawan dengan perusahaan pengembang perumahan milik konglomerat.
“Ayolah, bukan hal yang sulit untuk menduga bahwa ada dana besar yang mengalir ke Polresta Manado itu sehingga orang-orang kecil tak berdaya ini dipantas-pantaskan untuk dihukum. Siapapun yang menghalangi, tentara sekalipun, akan dilibas. Itulah pakem yang dipegang para oknum aparat yang patut diduga ‘sakit’ itu. Mereka gunakan pedang hukum untuk menebas kaum lemah,” imbuh tokoh pers nasional itu dengan nada masgul.
Oleh karenanya, sambung lulusan dari tiga universitas terbaik di Eropa (Birmingham University, UK; Utrecht University, The Netherlands; dan Linkoping University, Sweden – red) ini, dia berharap agar Kapolri dapat bertindak tegas atas kasus tersebut. “Jangan dibiarkan, ini dapat menjadi bibit pemicu perpecahan antara Polri dan TNI, karena TNI akan selalu berada di pihak rakyat, sementara Polri terkesan justru cenderung mencari-cari kesalahan rakyat dan menggiring mereka ke penjara,” urai Lalengke yang mengaku menerima banyak sekali pengaduan warga yang mengeluhkan kinerja oknum polisi di berbagai tempat di negara ini.
Solusi terbaik, kata Wilson, tidak ada yang lain selain segera memproses oknum Kapolresta Manado itu. “Saya sudah mengirimkan laporan ke Divpropam Polri terhadap oknum Kapolresta Manado, Kombespol Elvianus Laoli, SIK, MH, dalam kasus kriminalisasi Ibu Bhayangkari [1]. Sekarang dia berkasus lagi dengan Babinsa. Perlu menunggu berapa kasus lagi baru diambil tindakan terhadap yang bersangkutan? Saya meminta Kapolri dan/atau Kapolda Sulut untuk mencopot yang bersangkutan dari jabatannya selaku Kapolresta Manado. Masih banyak kader Polri yang baik dan bagus untuk jabatan tersebut,” tegas Presiden Persisma (Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko) itu mengakhiri releasenya. (APL/Red)
Catatan: