NUSANTARAEXPRESS, JEMBER - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menjadikan Hari Anak Nasional 2021 sebagai momentum untuk mengingatkan semua pihak mengenai potensi stunting pada anak di pandemi Covid-19.
“Pandemi membuat banyak aspek menjadi lebih sulit. Bukan hanya berdampak kesehatan secara umum dan ekonomi, namun berpengaruh juga pada risiko stunting. Sebelum pandemi, angka anak stunting di Indonesia sudah cukup tinggi, apalagi selama merebaknya wabah ini,” ujar LaNyalla di sela masa reses di Jawa Timur, Jumat (23/7/2021).
Menurut Senator asal Jawa Timur itu, dari hasil studi di 118 negara berpendapatan rendah dan menengah menunjukkan, pandemi membuat penurunan pendapatan nasional bruto. Hal itu signifikan dengan bertambahnya angka stunting.
“Pandemi membuat ekonomi terpuruk. Semua sektor ekonomi dari berbagai jenis usaha nyaris tidak jalan. Pendapatan masyarakat turun drastis berimbas pada penurunan daya beli. Selanjutnya pengaruhnya pada asupan gizi yang minim bagi keluarga. Jadi masyarakat terutama yang berekonomi rendah, tidak memikirkan asupan nutrisi lagi, bagi mereka yang penting ketemu makan,” tuturnya.
LaNyalla berharap, semua pihak memahami jika efek pandemi bagi stunting anak tidak bisa abaikan. Mantan Ketua Umum PSSI itu meminta penanganan stunting tetap menjadi prioritas di tengah penanganan pandemi.
“Kita khawatir kesibukan pemerintah mengatasi pandemi membuat program-program pencegahan stunting menjadi kendor. Kalau hal itu terjadi tentunya sangat disayangkan sebab stunting ini berkaitan erat dengan masa depan generasi bangsa," kata dia.
Menurut LaNyalla, tantangan pencegahan stunting semakin berat mengingat posyandu tidak beroperasi untuk mencegah penularan virus corona.
"Padahal posyandu merupakan garda terdepan dalam memonitor tumbuh kembang anak,” imbuhnya.
LaNyalla mengatakan, stunting harus ditangani dengan kolaborasi multipihak dikarenakan faktor penyebabnya juga multidimensi.
“Stunting memang bukan hanya karena minimnya akses ke makanan yang bergizi, tetapi juga dipengaruhi praktek pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan, akses air bersih tak tercukupi, sanitasi tak layak, termasuk pembelajaran dini yang kurang berkualitas bagi keluarga,” tuturnya.
Yang paling penting, lanjut LaNyalla, perlunya edukasi bagi masyarakat. Edukasi itu perlahan akan mengubah mindset, pola pikir dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia.
Pemerintah sendiri menargetkan penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024. Stunting merupakan salah satu indikator prioritas dalam SDGs di mana target tahun 2030 adalah terbebas dari malnutrisi. (*)
“Pandemi membuat banyak aspek menjadi lebih sulit. Bukan hanya berdampak kesehatan secara umum dan ekonomi, namun berpengaruh juga pada risiko stunting. Sebelum pandemi, angka anak stunting di Indonesia sudah cukup tinggi, apalagi selama merebaknya wabah ini,” ujar LaNyalla di sela masa reses di Jawa Timur, Jumat (23/7/2021).
Menurut Senator asal Jawa Timur itu, dari hasil studi di 118 negara berpendapatan rendah dan menengah menunjukkan, pandemi membuat penurunan pendapatan nasional bruto. Hal itu signifikan dengan bertambahnya angka stunting.
“Pandemi membuat ekonomi terpuruk. Semua sektor ekonomi dari berbagai jenis usaha nyaris tidak jalan. Pendapatan masyarakat turun drastis berimbas pada penurunan daya beli. Selanjutnya pengaruhnya pada asupan gizi yang minim bagi keluarga. Jadi masyarakat terutama yang berekonomi rendah, tidak memikirkan asupan nutrisi lagi, bagi mereka yang penting ketemu makan,” tuturnya.
LaNyalla berharap, semua pihak memahami jika efek pandemi bagi stunting anak tidak bisa abaikan. Mantan Ketua Umum PSSI itu meminta penanganan stunting tetap menjadi prioritas di tengah penanganan pandemi.
“Kita khawatir kesibukan pemerintah mengatasi pandemi membuat program-program pencegahan stunting menjadi kendor. Kalau hal itu terjadi tentunya sangat disayangkan sebab stunting ini berkaitan erat dengan masa depan generasi bangsa," kata dia.
Menurut LaNyalla, tantangan pencegahan stunting semakin berat mengingat posyandu tidak beroperasi untuk mencegah penularan virus corona.
"Padahal posyandu merupakan garda terdepan dalam memonitor tumbuh kembang anak,” imbuhnya.
LaNyalla mengatakan, stunting harus ditangani dengan kolaborasi multipihak dikarenakan faktor penyebabnya juga multidimensi.
“Stunting memang bukan hanya karena minimnya akses ke makanan yang bergizi, tetapi juga dipengaruhi praktek pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan, akses air bersih tak tercukupi, sanitasi tak layak, termasuk pembelajaran dini yang kurang berkualitas bagi keluarga,” tuturnya.
Yang paling penting, lanjut LaNyalla, perlunya edukasi bagi masyarakat. Edukasi itu perlahan akan mengubah mindset, pola pikir dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia.
Pemerintah sendiri menargetkan penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024. Stunting merupakan salah satu indikator prioritas dalam SDGs di mana target tahun 2030 adalah terbebas dari malnutrisi. (*)