NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika membangun empat pilar utama sebagai langkah aksi untuk mempersiapkan digitalisasi penyiaran atau Analog Switch Off (ASO). Menkominfo Johnny G. Plate menyatakan hal itu sebagai upaya menjalankan amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Hal ini tertuang dalam amanat Undang-Undang Cipta Kerja pasal 72 angka 8, sisipan pasal 60 A, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran,” jelasnya dalam Dialog Produktif Tahap Pertama ASO untuk Warga Aceh yang berlangsung virtual, dari Jakarta, Rabu (09/06/2021).
Menkominfo menyatakan langkah pertama yang dibangun adalah infrastruktur utama penyiaran digital yaitu multiplexing.
“Lembaga penyiaran tidak lagi perlu untuk membangun, mengoperasikan, dan merawat infrastrukturnya sendiri. Namun, dapat menerapkan berbagai infrastruktur atau menerapkan berbagi infrastruktur (infrastructure sharing),” paparnya.
Menurut Menteri Johnny, Kementerian Kominfo telah menghitung kebutuhan multiplexing di setiap daerah. Hal itu diperlukan agar menjamin setiap lembaga penyiaran dapat menggunakan salah satu multiplexing yang beroperasi di daerah siarannya,
“Baik melalui TVRI sebagai lembaga penyiaran publik maupun penyiaran swasta yang mendapat penetapan sebagai operator multiplexing atau penyelenggara multiplexing,” ujarnya.
Menkominfo menegaskan, lembaga penyiaran bisa memanfaatkan multiplexing yang dikelola oleh TVRI atau Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang ditetapkan sebagai penyelenggara multiplexing.
“Multiplexing TVRI sesuai amanat langsung Undang-Undang atau multiplexing Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode seleksi multiplexing dan metode evaluasi penyelenggara multiplexing,” paparnya.
Menteri Johnny memaparkan untuk metode seleksi multiplexing telah dilakukan di 22 wilayah kerja atau di 22 provinsi. Sementara metode evaluasi untuk 12 wilayah kerja atau 12 provinsi sedang dalam tahap finalisasi.
Simulcast dan Perangkat
Mengenai langkah kedua, Menkominfo menjelaskan berkaitan dengan tahapan peralihan menuju penyiaran digital. “Pada tahap kedua, dengan siapnya infrastruktur multiplexing, maka setiap lembaga penyiaran harus mulai melakukan peralihan penyiaran digital dan dapat diawali dengan siaran simulcast, yaitu siaran digital tanpa mengakhiri siaran analog,” jelasnya.
Pada tahap kedua itu, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo mengenalkan keberadaan dan manfaat dari siaran digital yang kualitasnya harus lebih bersih, lebih jernih dan lebih canggih kepada masyarakat.
Mengenai langkah ketiga, Menkominfo menjelaskan pemenuhan kebutuhan perangkat televisi untuk dapat menerima siaran digital.
“Perangkat televisi digital yaitu perangkat penerima tidak saja perangkat digital tetapi perangkat penerima digital,” ujarnya.
Menteri Johnny mengungkapkan saat ini, banyak televisi yang sudah dilengkapi dengan perangkat penerima siaran digital. Namun, tetapi tidak seluruhnya telah tersedia perangkat penerima siaran digital.
“Oleh karena itu, dibutuhkan untuk menyiapkan Set-Top-Box (STB) juga sebagai alat bantu bagi rumah tangga yang masih menggunakan televisi analog atau belum tersedianya penerima digital di perangkat televisi masing-masing,” tuturnya.
Menurut Menkominfo, dalam tahapan ini membuka peluang bagi pengembangan ekosistem siaran televisi digital di Indonesia.
“Di sinilah peran sekaligus peluang bagi produsen dan pedagang elektronik untuk menyiapkan ekosistem dari siaran televisi digital, yaitu memasarkan produknya dengan seluas-luasnya,” ungkapnya.
Sosialisasi
Mengenai langkah keempat, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan skema tertentu agar dapat menerima siaran saat ASO dilaksanakan.
“Sehingga masyarakat dapat menikmati siaran televisi digital. Jadi, dalam kaitan dengan ini, bagi masyarakat masyarakat tertentu yang sangat membutuhkan Set-Top-Box, tentu akan diperhatikan oleh Pemerintah,” paparnya.
Menkominfo menyatakan sosialisasi juga menjadi tanggung jawab penyelenggara penyiaran agar bisa makin menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
“Disamping juga, itu akan menjadi di tugas dan tanggung jawab penyelenggara-penyelenggara penyiaran karena perangkat penerima televisi adalah segmen-segmen pasarnya masing-masing,” paparnya.
Bahkan, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo juga gencar mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan cara untuk menonton siaran digital.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama-sama, baik pemerintah maupun juga ekosistemnya. Dalam hal ini tentu bersama-sama dengan lembaga-lembaga penyiaran,” tandasnya.
Selain meningkatkan pemahaman, hal yang tidak kalah penting menurut Menkominfo senantiasa mengantisipasi mispersepsi yang mungkin saja terjadi di masyarakat.
“Program ASO adalah usaha berskala nasional dan melibatkan rantai ekonomi yang lintas industri mulai dari penyiaran, elektronika, perdagangan, media, sampai dengan telekomunikasi dan ekonomi digital,” paparnya.
ASO 2 November 2022
Dalam forum dialog virtual itu, Menteri Johnny menegaskan kembali keberadaaan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi payung hukum utama dan dasar hukum yang penting bagi sektor penyiaran dalam kaitan dengan transformasi digital. Menurutnya, regulasi menjadi tantangan besar dalam penyiaran digital.
“Meski diketahui bersama-sama bahwa proses ini dibahasnya begitu lama, namun payung hukumnya melalui revisi Undang-Undang Penyiaran, akhirnya ASO itu bisa kita selesaikan melalui Undang-Undang Cipta Kerja, meski telah melewati perdebatan panjang selama tiga masa kerja DPR RI, akhirnya dapat diamanatkan untuk selesai paling lambat dua tahun harus dapat berlangsung,” tuturnya
Menurut Menkominfo sebagaimana amanat Undang-Undang Cipta Kerja, pelaksanaan ASO harus dilakukan pada 2 November 2022. Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran, serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
“Dengan demikian, lengkaplah kerangka regulasi yang dibutuhkan bagi Pemerintah dan segenap industri penyiaran untuk menyelesaikan peralihan siaran televisi analog ke digital dan mengakhiri televisi analog kita,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Johnny menyatakan pengakhiran siaran analog ini bukanlah perkara sederhana. Menurutnya hal itu seperti pertama kali Indonesia memasuki era penyiaran, namun akan bisa membuka ekosistem penyiaran berkembang lebih baik.
“Hal itu terbukti dengan kehadiran TVRI sebagai televisi publik emerintah yang telah mengudara sejak tahun 1962 pada acara pembukaan Asian Games. Sejak saat itu industri penyiaran telah semakin tumbuh dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari TV hitam putih sampai TV HD saat ini,” ungkapnya.
Selain Menteri Johnny, hadir pula dalam diskusi antara lain Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hafidz; Ketua KPI Pusat, Agung Suprio; Dirut TVRI, Imam Brotoseno. [*]
“Hal ini tertuang dalam amanat Undang-Undang Cipta Kerja pasal 72 angka 8, sisipan pasal 60 A, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran,” jelasnya dalam Dialog Produktif Tahap Pertama ASO untuk Warga Aceh yang berlangsung virtual, dari Jakarta, Rabu (09/06/2021).
Menkominfo menyatakan langkah pertama yang dibangun adalah infrastruktur utama penyiaran digital yaitu multiplexing.
“Lembaga penyiaran tidak lagi perlu untuk membangun, mengoperasikan, dan merawat infrastrukturnya sendiri. Namun, dapat menerapkan berbagai infrastruktur atau menerapkan berbagi infrastruktur (infrastructure sharing),” paparnya.
Menurut Menteri Johnny, Kementerian Kominfo telah menghitung kebutuhan multiplexing di setiap daerah. Hal itu diperlukan agar menjamin setiap lembaga penyiaran dapat menggunakan salah satu multiplexing yang beroperasi di daerah siarannya,
“Baik melalui TVRI sebagai lembaga penyiaran publik maupun penyiaran swasta yang mendapat penetapan sebagai operator multiplexing atau penyelenggara multiplexing,” ujarnya.
Menkominfo menegaskan, lembaga penyiaran bisa memanfaatkan multiplexing yang dikelola oleh TVRI atau Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang ditetapkan sebagai penyelenggara multiplexing.
“Multiplexing TVRI sesuai amanat langsung Undang-Undang atau multiplexing Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode seleksi multiplexing dan metode evaluasi penyelenggara multiplexing,” paparnya.
Menteri Johnny memaparkan untuk metode seleksi multiplexing telah dilakukan di 22 wilayah kerja atau di 22 provinsi. Sementara metode evaluasi untuk 12 wilayah kerja atau 12 provinsi sedang dalam tahap finalisasi.
Simulcast dan Perangkat
Mengenai langkah kedua, Menkominfo menjelaskan berkaitan dengan tahapan peralihan menuju penyiaran digital. “Pada tahap kedua, dengan siapnya infrastruktur multiplexing, maka setiap lembaga penyiaran harus mulai melakukan peralihan penyiaran digital dan dapat diawali dengan siaran simulcast, yaitu siaran digital tanpa mengakhiri siaran analog,” jelasnya.
Pada tahap kedua itu, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo mengenalkan keberadaan dan manfaat dari siaran digital yang kualitasnya harus lebih bersih, lebih jernih dan lebih canggih kepada masyarakat.
Mengenai langkah ketiga, Menkominfo menjelaskan pemenuhan kebutuhan perangkat televisi untuk dapat menerima siaran digital.
“Perangkat televisi digital yaitu perangkat penerima tidak saja perangkat digital tetapi perangkat penerima digital,” ujarnya.
Menteri Johnny mengungkapkan saat ini, banyak televisi yang sudah dilengkapi dengan perangkat penerima siaran digital. Namun, tetapi tidak seluruhnya telah tersedia perangkat penerima siaran digital.
“Oleh karena itu, dibutuhkan untuk menyiapkan Set-Top-Box (STB) juga sebagai alat bantu bagi rumah tangga yang masih menggunakan televisi analog atau belum tersedianya penerima digital di perangkat televisi masing-masing,” tuturnya.
Menurut Menkominfo, dalam tahapan ini membuka peluang bagi pengembangan ekosistem siaran televisi digital di Indonesia.
“Di sinilah peran sekaligus peluang bagi produsen dan pedagang elektronik untuk menyiapkan ekosistem dari siaran televisi digital, yaitu memasarkan produknya dengan seluas-luasnya,” ungkapnya.
Sosialisasi
Mengenai langkah keempat, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan skema tertentu agar dapat menerima siaran saat ASO dilaksanakan.
“Sehingga masyarakat dapat menikmati siaran televisi digital. Jadi, dalam kaitan dengan ini, bagi masyarakat masyarakat tertentu yang sangat membutuhkan Set-Top-Box, tentu akan diperhatikan oleh Pemerintah,” paparnya.
Menkominfo menyatakan sosialisasi juga menjadi tanggung jawab penyelenggara penyiaran agar bisa makin menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
“Disamping juga, itu akan menjadi di tugas dan tanggung jawab penyelenggara-penyelenggara penyiaran karena perangkat penerima televisi adalah segmen-segmen pasarnya masing-masing,” paparnya.
Bahkan, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo juga gencar mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan cara untuk menonton siaran digital.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama-sama, baik pemerintah maupun juga ekosistemnya. Dalam hal ini tentu bersama-sama dengan lembaga-lembaga penyiaran,” tandasnya.
Selain meningkatkan pemahaman, hal yang tidak kalah penting menurut Menkominfo senantiasa mengantisipasi mispersepsi yang mungkin saja terjadi di masyarakat.
“Program ASO adalah usaha berskala nasional dan melibatkan rantai ekonomi yang lintas industri mulai dari penyiaran, elektronika, perdagangan, media, sampai dengan telekomunikasi dan ekonomi digital,” paparnya.
ASO 2 November 2022
Dalam forum dialog virtual itu, Menteri Johnny menegaskan kembali keberadaaan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi payung hukum utama dan dasar hukum yang penting bagi sektor penyiaran dalam kaitan dengan transformasi digital. Menurutnya, regulasi menjadi tantangan besar dalam penyiaran digital.
“Meski diketahui bersama-sama bahwa proses ini dibahasnya begitu lama, namun payung hukumnya melalui revisi Undang-Undang Penyiaran, akhirnya ASO itu bisa kita selesaikan melalui Undang-Undang Cipta Kerja, meski telah melewati perdebatan panjang selama tiga masa kerja DPR RI, akhirnya dapat diamanatkan untuk selesai paling lambat dua tahun harus dapat berlangsung,” tuturnya
Menurut Menkominfo sebagaimana amanat Undang-Undang Cipta Kerja, pelaksanaan ASO harus dilakukan pada 2 November 2022. Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran, serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
“Dengan demikian, lengkaplah kerangka regulasi yang dibutuhkan bagi Pemerintah dan segenap industri penyiaran untuk menyelesaikan peralihan siaran televisi analog ke digital dan mengakhiri televisi analog kita,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Johnny menyatakan pengakhiran siaran analog ini bukanlah perkara sederhana. Menurutnya hal itu seperti pertama kali Indonesia memasuki era penyiaran, namun akan bisa membuka ekosistem penyiaran berkembang lebih baik.
“Hal itu terbukti dengan kehadiran TVRI sebagai televisi publik emerintah yang telah mengudara sejak tahun 1962 pada acara pembukaan Asian Games. Sejak saat itu industri penyiaran telah semakin tumbuh dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari TV hitam putih sampai TV HD saat ini,” ungkapnya.
Selain Menteri Johnny, hadir pula dalam diskusi antara lain Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hafidz; Ketua KPI Pusat, Agung Suprio; Dirut TVRI, Imam Brotoseno. [*]