NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Rencana pembahasan draft perubahan kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus) diharapkan tidak hanya berkisar pada 3 (tiga) Pasal perubahan, akan tetapi pembahasan draft revisi ini juga memuat Pasal lainnya untuk menjawab berbagai persoalan di Papua.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite I DPD RI yang disampaikan Ketua Komite I DPD RI dengan Pakar tentang revisi terbatas UU Otsus Papua (25/1). Rapat ini menghadirkan Dr. Ir. Apollo Safanpo, ST., MT.; Dr. Machfud Sidik; dan Dr. Soni Sumarsono, M.D.M. Rapat Dengar Pendapat ini dipimpin oleh Djafar Alkatiri (Wakil Ketua I), didampingi oleh Fachrul Razi (Ketua), Abdul Kholik (Wakil Ketua II), dan Fernando Sinaga (Wakil Ketua III). Sedangkan anggota yang hadir antara lain Filep Wamafma (Papua Barat), Otopipanus P. Tebay (Papua), Agustin Teras Narang (Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi Selatan), Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Yogyakarta), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Husein Alting Sjah (Maluku Utara), Sabam Sirait (DKI Jakarta), Abaraham Liyanto (NTT), Maria Goreti (Kalbar), dan Badikenita Sitepu (Sumut).
Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan bahwa draft revisi terbatas UU Otsus akan segera dibahas bersama antara Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI. Draft Perubahan Kedua UU Otsus ini memuat tiga Pasal perubahan yakni: 1) Pasal 1 huruf a mengenai pengertian dan definisi; 2) Pasal 34 tentang: sumber penerimaan dan sumber pendapatan provinsi dan kabupaten/kota, Dana Perimbangan, Jangka waktu keberlakuan, Perdasus, Pengawasan, Pembinaan, dan pengelolaan penerimaan; dan 3) Pasal 76 tentang Pemekaran Provinsi Papua.
Dalam sambutannya, Fachrul Razi mengingatkan bahwa pemberian Otonomi Khusus di Papua haruslah dimaknai sebagai salah satu upaya bagi Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan, menjamin keadilan, dan percepatan pembangunan di tanah papua agar mampu sejajar dengan daerah-daerah lainnya.
Sementara Senator Filep yang berasal dari Papua Barat, mengingatkan akan pentingnya revisi UU Otsus ini untuk menyelesaikan berbabagai persoalan yang ada di Papua saat ini. Otsus sebaiknya dipandangan tidak semata-mata hanya banyaknya uang yang beredar di Papua, melainkan salah satu instrument perekat Bangsa. Kita juga perlu memperhatikan dengan seksama nilai manfaat keberadaan Otsus bagi Orang Asli Papua (OAP) yang masih kurang optimal.
“Ruh Otsus terlihat semakin berkurang, terkesan hanya sebatas Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota, oleh karena itu, revisi UU Otsus tidak sebatas revisi terbatas dan dilakukan berdasarkan Usulan dari DPRP dan MRP”. Lanjutnya.
[nextpage title="Next"]
Sementara Senator Otopianus yang berasal dari Papua menekankan akan pentingnya pengaturan tersendiri mengenai wilayah adat yang ada di Papua. Adanya 227 Suku dengan 7 wilayah adat yang besar, perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan diharapkan dapat diakomodir dalam revisi UU Otsus ini.
Rapat Dengar Pendapat ini, Apollo yang merupakan Rektor Universitas Cendrawasih menekankan akan pentingnya perlindungan terhadap Orang Asli Papua dalam Revisi ini. Bahwa keberadaan Otsus harus memberikan dampak dan manfaat bagi keberlangsungan OAP, memberikan mereka peran dan menjadikan mereka sebagai subyek pembangunan di Papua.
Machfud Sidik yang merupakan mantan Dirjen Perimbangan lebih menekankan tentang pentinya revisi Otsus dalam rangka menjamin keberlanjutan Dana Otsus yang sebelumnya hanya 2 %, yang berdasarkan draft revisi ditingkatkan menjadi 2,25%.
“Dengan Dana Otsus setara 2,25% sudah barang tentu akan menambah beban tambahan APBN, namun jumlahnya tidak significant yaitu kurang dari 0,3% dari total belanja APBN. Di lain pihak, dengan upaya perbaikan alokasi dana otsus, penggunaan dana yang lebih tepat sasaran dan perbaikan tatakelola keuangan daerah, reformulasi Dana Otsus diperkirakan akan memberikan dampak simultan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya OAP, perbaikan layanan dasar dan peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah Papua dan Papua Barat.”
Sementara Soni Sumarsono yang merupakan mantan Dirjen Otda dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan lebih memfokuskan pada Perlu adanya pergeseran paradigma dalam membangun Papua dengan mengedepankan peran OAP. Terkait dengan Otsus maka saya sepakat untuk diperpanjang sebagai upaya percepatan pembangunan dan penghargaan terhadap OAP semakin dioptimalkan. Meperkuat peran MRP dan adanya kajian mengenai keberadaan Partai Lokaldan Pemilihan Kepala Daerah Asimetris. Dan pemekaran Provinsi berdasarkan masukan dari DPRP dan MRP.
Re-Orientasi Otsus perlu dilakukan dengan adanya percepatan, intensitas (desain besar Program Otsus perlu ada, dukungan lintas sektoral pusat, refokusing OAP dan peran MRP, penguatan regulasi pelaksanaan, partisipasi dan akuntabilitas Publik), dan perbaikan manajemen dalam upaya mewujudkan Good Governance”.
Rapat Dengar Pendapat ini dipandu oleh moderator Djafar Alkatiri yabg juga Wakil Ketua Komite I DPD RI dan berakhir pada jam 13.00 dengan suatu kesepahaman bahwa Revisi UU Otsus sangat penting dalam memberikan dimensi adalah Ideal, Keadilan, kepastian, dan kemanfaatannya bagi daerah khsusunya Papua. (*)
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite I DPD RI yang disampaikan Ketua Komite I DPD RI dengan Pakar tentang revisi terbatas UU Otsus Papua (25/1). Rapat ini menghadirkan Dr. Ir. Apollo Safanpo, ST., MT.; Dr. Machfud Sidik; dan Dr. Soni Sumarsono, M.D.M. Rapat Dengar Pendapat ini dipimpin oleh Djafar Alkatiri (Wakil Ketua I), didampingi oleh Fachrul Razi (Ketua), Abdul Kholik (Wakil Ketua II), dan Fernando Sinaga (Wakil Ketua III). Sedangkan anggota yang hadir antara lain Filep Wamafma (Papua Barat), Otopipanus P. Tebay (Papua), Agustin Teras Narang (Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi Selatan), Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Yogyakarta), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Husein Alting Sjah (Maluku Utara), Sabam Sirait (DKI Jakarta), Abaraham Liyanto (NTT), Maria Goreti (Kalbar), dan Badikenita Sitepu (Sumut).
Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan bahwa draft revisi terbatas UU Otsus akan segera dibahas bersama antara Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI. Draft Perubahan Kedua UU Otsus ini memuat tiga Pasal perubahan yakni: 1) Pasal 1 huruf a mengenai pengertian dan definisi; 2) Pasal 34 tentang: sumber penerimaan dan sumber pendapatan provinsi dan kabupaten/kota, Dana Perimbangan, Jangka waktu keberlakuan, Perdasus, Pengawasan, Pembinaan, dan pengelolaan penerimaan; dan 3) Pasal 76 tentang Pemekaran Provinsi Papua.
Dalam sambutannya, Fachrul Razi mengingatkan bahwa pemberian Otonomi Khusus di Papua haruslah dimaknai sebagai salah satu upaya bagi Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan, menjamin keadilan, dan percepatan pembangunan di tanah papua agar mampu sejajar dengan daerah-daerah lainnya.
"Permasalahan utama di Papua adalah kesejahteraan, keadilan dan harga diri rakyat Papua, sebagai solusi saat ini yang dibutuhkan di Papua," jelas Fachrul Razi yang juga Senator Dapil Aceh.
Sementara Senator Filep yang berasal dari Papua Barat, mengingatkan akan pentingnya revisi UU Otsus ini untuk menyelesaikan berbabagai persoalan yang ada di Papua saat ini. Otsus sebaiknya dipandangan tidak semata-mata hanya banyaknya uang yang beredar di Papua, melainkan salah satu instrument perekat Bangsa. Kita juga perlu memperhatikan dengan seksama nilai manfaat keberadaan Otsus bagi Orang Asli Papua (OAP) yang masih kurang optimal.
“Ruh Otsus terlihat semakin berkurang, terkesan hanya sebatas Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota, oleh karena itu, revisi UU Otsus tidak sebatas revisi terbatas dan dilakukan berdasarkan Usulan dari DPRP dan MRP”. Lanjutnya.
[nextpage title="Next"]
Sementara Senator Otopianus yang berasal dari Papua menekankan akan pentingnya pengaturan tersendiri mengenai wilayah adat yang ada di Papua. Adanya 227 Suku dengan 7 wilayah adat yang besar, perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan diharapkan dapat diakomodir dalam revisi UU Otsus ini.
Rapat Dengar Pendapat ini, Apollo yang merupakan Rektor Universitas Cendrawasih menekankan akan pentingnya perlindungan terhadap Orang Asli Papua dalam Revisi ini. Bahwa keberadaan Otsus harus memberikan dampak dan manfaat bagi keberlangsungan OAP, memberikan mereka peran dan menjadikan mereka sebagai subyek pembangunan di Papua.
Machfud Sidik yang merupakan mantan Dirjen Perimbangan lebih menekankan tentang pentinya revisi Otsus dalam rangka menjamin keberlanjutan Dana Otsus yang sebelumnya hanya 2 %, yang berdasarkan draft revisi ditingkatkan menjadi 2,25%.
“Dengan Dana Otsus setara 2,25% sudah barang tentu akan menambah beban tambahan APBN, namun jumlahnya tidak significant yaitu kurang dari 0,3% dari total belanja APBN. Di lain pihak, dengan upaya perbaikan alokasi dana otsus, penggunaan dana yang lebih tepat sasaran dan perbaikan tatakelola keuangan daerah, reformulasi Dana Otsus diperkirakan akan memberikan dampak simultan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya OAP, perbaikan layanan dasar dan peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah Papua dan Papua Barat.”
Sementara Soni Sumarsono yang merupakan mantan Dirjen Otda dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan lebih memfokuskan pada Perlu adanya pergeseran paradigma dalam membangun Papua dengan mengedepankan peran OAP. Terkait dengan Otsus maka saya sepakat untuk diperpanjang sebagai upaya percepatan pembangunan dan penghargaan terhadap OAP semakin dioptimalkan. Meperkuat peran MRP dan adanya kajian mengenai keberadaan Partai Lokaldan Pemilihan Kepala Daerah Asimetris. Dan pemekaran Provinsi berdasarkan masukan dari DPRP dan MRP.
Re-Orientasi Otsus perlu dilakukan dengan adanya percepatan, intensitas (desain besar Program Otsus perlu ada, dukungan lintas sektoral pusat, refokusing OAP dan peran MRP, penguatan regulasi pelaksanaan, partisipasi dan akuntabilitas Publik), dan perbaikan manajemen dalam upaya mewujudkan Good Governance”.
Rapat Dengar Pendapat ini dipandu oleh moderator Djafar Alkatiri yabg juga Wakil Ketua Komite I DPD RI dan berakhir pada jam 13.00 dengan suatu kesepahaman bahwa Revisi UU Otsus sangat penting dalam memberikan dimensi adalah Ideal, Keadilan, kepastian, dan kemanfaatannya bagi daerah khsusunya Papua. (*)