NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA – Ongen Matital, seorang Nyong Ambon Manise, menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Anak ke-3 dari 8 bersaudara dari Ibu Magdalena Matital Sohuwat dan Jan Matital ini lahir dan besar di Ambon, Maluku 43 tahun yang lalu.
Lahir dan besar di kota kecil Ambon yang indah dan dikelilingi laut yang biru dengan hamparan pasir yang putih, Ongen bertumbuh menjadi seorang remaja yang liar, nakal, atau yang kita sebut dengan preman. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya hidup di jalanan, kacau, mabuk, meminta-minta uang dari sopir angkot. Tidak itu saja, Ongen juga sering memakai kuasa-kuasa kegelapan, jimat-jimat, guna-guna, ilmu hitam, dan selalu menyusahkan orang lain.
Itulah hidup Ongen Matital seperti yang diceritakan kepada pewarta ini sewaktu ditemui beberapa waktu yang lalu di sela-sela kunjungannya di Jakarta. Ongen yang kini tinggal di Belanda itu sempat mengunjungi tanah air dalam rangka sebuah misi kemanusiaanya.
Ketika kerusuhan Ambon terjadi Ongen pergi mengungsi ke gereja dan merantau ke Papua. Di sana Ongen mulai menyadari kehidupannya selama ini yang sangat jahat. Ia merenungi hidupnya di Papua dan mulai membuka hatinya untuk Tuhan. Mulailah ongen meninggalkan kehidupan lamanya dan mulai hidup dengan ‘takut akan Tuhan’ pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 itu juga Ongen kembali ke Ambon dan pada saat kerusuhan di Ambon, Ongen bertemu dengan Maudy Dias yang sekarang menjadi istrinya dan menikah di Ambon pada tahun itu juga.
Setahun kemudian, pada 2003 Ongen pergi ke Belanda dan bertemu dengan Maudy Diaz yang sekarang menjadi istrinya. Mereka kemudian dikaruniai anak perempuan yang bernama Refaya Matital pada tahun 2005.
Gempa yang pernah melanda Ambon, Maluku beberapa waktu yang lalu mengerakkan hati Ongen untuk membuat aksi mengumpulkan bantuan dan mendapatkan total 24.000.000 rupiah dan disumbangkan untuk kabupaten Kairatu. Kemudian Ongen melakukan aksi kedua bersama masyarakat Maluku bersama Yayasan Sama-Sama.
Begitu juga, banyak sumbangan yang didapatkan dari Gereja Alphen aan den Ryn, kota dimana Ongen tinggal di Belanda.
Tidak kurang dana yang terkumpul mencapai 6000 euro, ditambah sumbangan dari Walikota Alphen aan den Ryn sebesar 5000 euro. Total bantuan sekitar 300 juta lebih dan disalurkan langsung ke lapangan bersama teman-temannya dengan membuat WC, air bersih, serta makanan buat para pengungsi.
Sampai sekarang Ongen Matital mau terus menjadi berkat bagi semua orang. Walaupun hidupnya dulu susah, tapi sekarang dirinya mau terus melayani dan melihat mujizat yang lebih besar lagi. “Saya ingin menjadi saluran berkat bagi siapa saja, membantu sesama di seluruh tanah air,” ungkap Ongen. (JNI/Red)
Lahir dan besar di kota kecil Ambon yang indah dan dikelilingi laut yang biru dengan hamparan pasir yang putih, Ongen bertumbuh menjadi seorang remaja yang liar, nakal, atau yang kita sebut dengan preman. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya hidup di jalanan, kacau, mabuk, meminta-minta uang dari sopir angkot. Tidak itu saja, Ongen juga sering memakai kuasa-kuasa kegelapan, jimat-jimat, guna-guna, ilmu hitam, dan selalu menyusahkan orang lain.
Itulah hidup Ongen Matital seperti yang diceritakan kepada pewarta ini sewaktu ditemui beberapa waktu yang lalu di sela-sela kunjungannya di Jakarta. Ongen yang kini tinggal di Belanda itu sempat mengunjungi tanah air dalam rangka sebuah misi kemanusiaanya.
Ketika kerusuhan Ambon terjadi Ongen pergi mengungsi ke gereja dan merantau ke Papua. Di sana Ongen mulai menyadari kehidupannya selama ini yang sangat jahat. Ia merenungi hidupnya di Papua dan mulai membuka hatinya untuk Tuhan. Mulailah ongen meninggalkan kehidupan lamanya dan mulai hidup dengan ‘takut akan Tuhan’ pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 itu juga Ongen kembali ke Ambon dan pada saat kerusuhan di Ambon, Ongen bertemu dengan Maudy Dias yang sekarang menjadi istrinya dan menikah di Ambon pada tahun itu juga.
Setahun kemudian, pada 2003 Ongen pergi ke Belanda dan bertemu dengan Maudy Diaz yang sekarang menjadi istrinya. Mereka kemudian dikaruniai anak perempuan yang bernama Refaya Matital pada tahun 2005.
Gempa yang pernah melanda Ambon, Maluku beberapa waktu yang lalu mengerakkan hati Ongen untuk membuat aksi mengumpulkan bantuan dan mendapatkan total 24.000.000 rupiah dan disumbangkan untuk kabupaten Kairatu. Kemudian Ongen melakukan aksi kedua bersama masyarakat Maluku bersama Yayasan Sama-Sama.
Begitu juga, banyak sumbangan yang didapatkan dari Gereja Alphen aan den Ryn, kota dimana Ongen tinggal di Belanda.
Tidak kurang dana yang terkumpul mencapai 6000 euro, ditambah sumbangan dari Walikota Alphen aan den Ryn sebesar 5000 euro. Total bantuan sekitar 300 juta lebih dan disalurkan langsung ke lapangan bersama teman-temannya dengan membuat WC, air bersih, serta makanan buat para pengungsi.
Sampai sekarang Ongen Matital mau terus menjadi berkat bagi semua orang. Walaupun hidupnya dulu susah, tapi sekarang dirinya mau terus melayani dan melihat mujizat yang lebih besar lagi. “Saya ingin menjadi saluran berkat bagi siapa saja, membantu sesama di seluruh tanah air,” ungkap Ongen. (JNI/Red)