NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Kelompok milenial yang tak menggunakan hak pilih alias golongan putih (golput) pada Pemilu 2019 diprediksi mencapai angka di atas 40 persen.
"Setelah diakumulasi, jumlah pemilih milenial yang merasa tidak perlu datang ke TPS [tendensi golput] berada di atas 40 persen. Alasan terbanyak mengapa mereka merasa tidak perlu datang ke TPS sebesar 65,4 persen dan 25,3 persen karena tidak tahu jadwal pilpres. Sisanya adalah berbagai alasan yang tidak begitu signifikan," kata CEO Jeune & Raccord Communication Monica JR dalam jumpa pers di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (4/4).
Monica mengatakan itu adalah hasil survei yang dilakukan pihaknya kurun waktu 10-16 Maret 2019 terhadap 1.200 responden. Monica mengatakan pihaknya menemukan dua hal yang membuat tingginya angka golput di kalangan milenial.
"Mereka apatis dan tak peduli politik serta kurang terinformasi atau tidak mengetahui dengan benar kapan hari pencoblosan pilpres itu," ujar Monica.
Survei itu disebutkan dilakukan secara nasional dengan metode multi-stage random sampling lewat wawancara tatap muka menggunakan kuisioner. Margin of error dalam survei ini adalah plus-minus 2,8 persen.
Monica mengatakan sebesar 51,8 persen pemilih milenial dari 65,4 persen yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS. Kemudian, sebesar 30,8 persen pemilih milenial dari 32,5 persen yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS.
Data dari Jeune & Raccord menunjukkan pemilih milenial yang mengikuti isu politik tertinggi untuk yang tinggal di perkotaan lebih tinggi dibandingkan desa.
"Data menunjukkan bahwa yang mengikuti berita politik terkini lebih banyak yang tinggal di perkotaan (40,35 persen) dibandingkan dengan yang di desa (27,50 persen)," ujar Monica.
Kemudian, untuk pemilih milenial yang berpendidikan tinggi baik yang masih sekolah maupun sudah tamat pendidikan tinggi dari jenjang S1 hingga S3 lebih banyak mengikuti isu politik dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Sebanyak 42,7 persen yang berpendidikan tinggi dan 29,8 persen untuk yang berpendidikan rendah.
Monica juga menjelaskan pemilih milenial untuk gender laki-laki juga lebih banyak yang mengikuti isu politik dibandingkan perempuan.
"Gender laki-laki kalangan milenial yang peduli dengan isu politik sebesar 35 persen, dan untuk perempuan sebesar 27 persen," jelas Monica.
Monica mengatakan generasi yang mendominasi populasi usia produktif dan menjadi rebutan dunia politik adalah kaum Milenial.
"Jumlahnya 44,7 persen dari total pemilih Indonesia saat ini. Mereka kaum muda mulai dari usia 17-39 tahun," kata Monica.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Desember 2018 telah menetapkan jumlah pemilih untuk pemilu 2019 mencapai sekitar 192 juta orang. Jumlah pemilih secara keseluruhan, baik di dalam serta luar negeri adalah 192.828.520 pemilih.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 190.770.329 merupakan pemilih di dalam negeri. Sedangkan pemilih di luar negeri sebanyak 2.058.191 pemilih. Jumlah pemilih luar negeri ini tersebar di 130 perwakilan RI di seluruh dunia.
Dalam DPT, KPU mengklasifikasi pemilih berdasarkan rentang usia. Usia sampai 20 tahun sebanyak 17.501.278 orang, dan usia 21-30 sebanyak 42.843.792 orang.
Kemudian usia 31-40 tahun sebanyak 43.407.156 orang, usia 41-50 tahun sebanyak 37.525.537 orang, usia 51-60 sebanyak 26.890.997 orang, serta usia 60 ke atas sebanyak 22.601.569 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pemilu, mereka yang memiliki hak pilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, dan bukan anggota TNI/Polri. [sas/kid]
Sumber: CNNIndonesia.com
"Setelah diakumulasi, jumlah pemilih milenial yang merasa tidak perlu datang ke TPS [tendensi golput] berada di atas 40 persen. Alasan terbanyak mengapa mereka merasa tidak perlu datang ke TPS sebesar 65,4 persen dan 25,3 persen karena tidak tahu jadwal pilpres. Sisanya adalah berbagai alasan yang tidak begitu signifikan," kata CEO Jeune & Raccord Communication Monica JR dalam jumpa pers di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (4/4).
Monica mengatakan itu adalah hasil survei yang dilakukan pihaknya kurun waktu 10-16 Maret 2019 terhadap 1.200 responden. Monica mengatakan pihaknya menemukan dua hal yang membuat tingginya angka golput di kalangan milenial.
"Mereka apatis dan tak peduli politik serta kurang terinformasi atau tidak mengetahui dengan benar kapan hari pencoblosan pilpres itu," ujar Monica.
Survei itu disebutkan dilakukan secara nasional dengan metode multi-stage random sampling lewat wawancara tatap muka menggunakan kuisioner. Margin of error dalam survei ini adalah plus-minus 2,8 persen.
Monica mengatakan sebesar 51,8 persen pemilih milenial dari 65,4 persen yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS. Kemudian, sebesar 30,8 persen pemilih milenial dari 32,5 persen yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS.
Data dari Jeune & Raccord menunjukkan pemilih milenial yang mengikuti isu politik tertinggi untuk yang tinggal di perkotaan lebih tinggi dibandingkan desa.
"Data menunjukkan bahwa yang mengikuti berita politik terkini lebih banyak yang tinggal di perkotaan (40,35 persen) dibandingkan dengan yang di desa (27,50 persen)," ujar Monica.
Kemudian, untuk pemilih milenial yang berpendidikan tinggi baik yang masih sekolah maupun sudah tamat pendidikan tinggi dari jenjang S1 hingga S3 lebih banyak mengikuti isu politik dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Sebanyak 42,7 persen yang berpendidikan tinggi dan 29,8 persen untuk yang berpendidikan rendah.
Monica juga menjelaskan pemilih milenial untuk gender laki-laki juga lebih banyak yang mengikuti isu politik dibandingkan perempuan.
"Gender laki-laki kalangan milenial yang peduli dengan isu politik sebesar 35 persen, dan untuk perempuan sebesar 27 persen," jelas Monica.
Monica mengatakan generasi yang mendominasi populasi usia produktif dan menjadi rebutan dunia politik adalah kaum Milenial.
"Jumlahnya 44,7 persen dari total pemilih Indonesia saat ini. Mereka kaum muda mulai dari usia 17-39 tahun," kata Monica.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Desember 2018 telah menetapkan jumlah pemilih untuk pemilu 2019 mencapai sekitar 192 juta orang. Jumlah pemilih secara keseluruhan, baik di dalam serta luar negeri adalah 192.828.520 pemilih.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 190.770.329 merupakan pemilih di dalam negeri. Sedangkan pemilih di luar negeri sebanyak 2.058.191 pemilih. Jumlah pemilih luar negeri ini tersebar di 130 perwakilan RI di seluruh dunia.
Dalam DPT, KPU mengklasifikasi pemilih berdasarkan rentang usia. Usia sampai 20 tahun sebanyak 17.501.278 orang, dan usia 21-30 sebanyak 42.843.792 orang.
Kemudian usia 31-40 tahun sebanyak 43.407.156 orang, usia 41-50 tahun sebanyak 37.525.537 orang, usia 51-60 sebanyak 26.890.997 orang, serta usia 60 ke atas sebanyak 22.601.569 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pemilu, mereka yang memiliki hak pilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, dan bukan anggota TNI/Polri. [sas/kid]
Sumber: CNNIndonesia.com