[caption id="attachment_1661" align="aligncenter" width="566"] Gubernur terpilih DKI Jakarta Anies Baswedan usai shalat Jumat di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2017).(KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA )[/caption]
NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai Pemerintah Provinsi DKI saat ini sama sekali tidak melakukan pendekatan gerakan dalam membangun Jakarta. Ia menilai Pemprov DKI menempatkan diri mereka sebagai pelayan, sedangkan warga adalah konsumennya.
Anies menyindir adanya pihak di Pemprov DKI yang dengan bangganya menyatakan "kami pelayan warga".
"Bapak ibu jadi customer, sedangkan kami yang namanya pemerintah menjadi pelayan. Pelayan dan itu dibanggakan 'kami pelayan warga'," kata Anies saat menjadi pembicara dalam acara pengajian ramadhan yang diadakan PW Muhammadiyah DKI Jakarta di Kampus Uhamka, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu (6/3/2017).
Anies menyatakan komitmennya untuk menjalankan pendekatan gerakan jika nanti resmi memimpin Jakarta. Anies menyatakan dengan pendekatan gerakan, proses pembangunan tidak bergantung terhadap 1-2 orang karena warga yang langsung terlibat.
Menurut Anies, pendekatan itulah yang dulu digunakan para pendiri bangsa dalam memerdekakan Indonesia.
"Republik ini tidak pernah didirikan oleh para pelayan. Republik ini dibangun oleh para penggerak. Orang yang datang menggerakkan warganya untuk membereskan masalah. Itu spirit gerakan," kata Anies.
Ia menyatakan, apa yang dipaparkannya itu sudah pernah diterapkannya saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies mencontohkan penyelengaraan Olimpiade Matematika yang diadakan di Malang pada 2014.
Menurut Anies, penyelengaraan Olimpiade Matematika tingkat nasional 2014 di Malang itu merupakan yang pertama kalinya diadakan di luar kota besar. Sebelum Anies menjadi Mendikbud, penyelenggaraan Olimpiade hanya dilakukan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, ataupun Bali. Sebab, hanya kota-kota itulah yang punya hotel-hotel besar untuk penginapan peserta acara.
"Bisa enggak bikin acara di Pasuruan? Enggak bisa, enggak cukup hotelnya," ujar Anies.
Saat penyelenggaraan Olimpiade Matematika tingkat nasional tahun 2014 di Malang, Anies menyebut para siswa peserta menginap di rumah-rumah guru, siswa, dan warga lainnya yang ada di seluruh Malang. Ia menyamakan hal ini dengan konsep Muhammadiyah tiap melaksanakan muktamar.
"Itulah yang namanya gerakan. Kami coba lakukan itu di Kota Malang. Peserta Olimpiade tidak menginap di hotel. Ribuan orang menginap di rumah-rumah warga," kata Anies.
Ia mengatakan, pola yang dijalankannya itu memang sempat menimbulkan kebingungan birokrasi karena standar biaya umum pelaksanaan kegiatan di kementerian biasanya mengacu pada biaya kamar hotel.
"Akhirnya diskusi dengan Kementerian Keuangan dan ketemu satuannya yang bisa diberikan kepada keluarga buat keluarga itu membiayai. Ada yang diantar naik motor, naik angkot, diantar mobil. Indonesia kembali sebagai sebuah gerakan gotong royong," kata Anies. [Alsadad Rudi][kompas.com][*red]
NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai Pemerintah Provinsi DKI saat ini sama sekali tidak melakukan pendekatan gerakan dalam membangun Jakarta. Ia menilai Pemprov DKI menempatkan diri mereka sebagai pelayan, sedangkan warga adalah konsumennya.
Anies menyindir adanya pihak di Pemprov DKI yang dengan bangganya menyatakan "kami pelayan warga".
"Bapak ibu jadi customer, sedangkan kami yang namanya pemerintah menjadi pelayan. Pelayan dan itu dibanggakan 'kami pelayan warga'," kata Anies saat menjadi pembicara dalam acara pengajian ramadhan yang diadakan PW Muhammadiyah DKI Jakarta di Kampus Uhamka, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu (6/3/2017).
Anies menyatakan komitmennya untuk menjalankan pendekatan gerakan jika nanti resmi memimpin Jakarta. Anies menyatakan dengan pendekatan gerakan, proses pembangunan tidak bergantung terhadap 1-2 orang karena warga yang langsung terlibat.
Menurut Anies, pendekatan itulah yang dulu digunakan para pendiri bangsa dalam memerdekakan Indonesia.
"Republik ini tidak pernah didirikan oleh para pelayan. Republik ini dibangun oleh para penggerak. Orang yang datang menggerakkan warganya untuk membereskan masalah. Itu spirit gerakan," kata Anies.
Ia menyatakan, apa yang dipaparkannya itu sudah pernah diterapkannya saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies mencontohkan penyelengaraan Olimpiade Matematika yang diadakan di Malang pada 2014.
Menurut Anies, penyelengaraan Olimpiade Matematika tingkat nasional 2014 di Malang itu merupakan yang pertama kalinya diadakan di luar kota besar. Sebelum Anies menjadi Mendikbud, penyelenggaraan Olimpiade hanya dilakukan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, ataupun Bali. Sebab, hanya kota-kota itulah yang punya hotel-hotel besar untuk penginapan peserta acara.
"Bisa enggak bikin acara di Pasuruan? Enggak bisa, enggak cukup hotelnya," ujar Anies.
Saat penyelenggaraan Olimpiade Matematika tingkat nasional tahun 2014 di Malang, Anies menyebut para siswa peserta menginap di rumah-rumah guru, siswa, dan warga lainnya yang ada di seluruh Malang. Ia menyamakan hal ini dengan konsep Muhammadiyah tiap melaksanakan muktamar.
"Itulah yang namanya gerakan. Kami coba lakukan itu di Kota Malang. Peserta Olimpiade tidak menginap di hotel. Ribuan orang menginap di rumah-rumah warga," kata Anies.
Ia mengatakan, pola yang dijalankannya itu memang sempat menimbulkan kebingungan birokrasi karena standar biaya umum pelaksanaan kegiatan di kementerian biasanya mengacu pada biaya kamar hotel.
"Akhirnya diskusi dengan Kementerian Keuangan dan ketemu satuannya yang bisa diberikan kepada keluarga buat keluarga itu membiayai. Ada yang diantar naik motor, naik angkot, diantar mobil. Indonesia kembali sebagai sebuah gerakan gotong royong," kata Anies. [Alsadad Rudi][kompas.com][*red]