[caption id="attachment_484" align="aligncenter" width="563"] Ilustrasi. TEMPO/Zulkarnain[/caption]
NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Masyarakat pelestari warisan budaya kembali dikejutkan oleh berita hilangnya koleksi Museum Sang Nila Utama Provinsi Riau hari Selasa, 21 Maret 2017. Kejadian ini sangat memprihatinkan dan Modus serupa telah berulangkali terjadi pada museum-museum lainnya di Indonesia seperti Kasus Hilangnya 75 Koleksi emas masterpiece dari Museum Sonobudoyo, Yogyakarta (2010) belum terungkap, begitu juga kasus Hilangnya 4 koleksi emas Masterpiece dari Museum Nasional, Jakarta (2013). Beberapa museum lain di Indonesia juga mengalami kasus serupa.
Kejadian terakhir yaitu Hilangnya Koleksi dari Museum Daerah Sang Nila Utama Provinsi Riau. Koleksi yang dikabarkan hilang yaitu 3 buah Keris Melayu, 1 buah Pedang Melayu Sondang, 1 buah Piring Saladon Emas, 1 buah Kendi VOC, dan 1 buah Kendi Janggut. Celakanya kerugian ditaksir HANYA Rp 54 juta. Ini merupakan bentuk kelalaian yang terus dipelihara oleh Pemerintah/Pemda tanpa mau belajar dari kesalahan sebelumnya.
Seringkali yang dijadikan kambing hitam adalah matinya CCTV dan jumlah petugas keamanan yang minim. Alasan ini sebenarnya mengada-ada. Sebab Pemerintah Pusat (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) telah memberikan instruksi kepada Museum-museum daerah untuk memperkuat sistem keamanan museum pada tahun 2010 pasca hilangnya Koleksi emas Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Sehingga sekedar beralasan bahwa CCTV mati dan minimnya petugas keamanan seharusnya tidak lagi menjadi alasan. Oleh karena itu, kelalaian ini harus memiliki konsekuensi hukum terhadap pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab atas keamanan koleksi museum tersebut.
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah, khususnya Provinsi RIAU tidak pernah belajar dari kasus-kasus sebelumnya, cenderung mengabaikan keamanan koleksi museum, dan masih memposisikan museum gudang 'barang rongsokan'. Hal ini kontraproduktif dengan semangat Pemerintah Provinsi Riau yang hendak menjadikan Provinsi tersebut menjadi Pusat Kebudayaan Melayu di Dunia.
Untuk itu, Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA) meminta:
Pertama, Kasus ini harus diselesaikan secara serius. Gubernur Riau harus bertanggung jawab atas kehilangan koleksi tersebut dan mengungkap dugaan kelalaian yang dilakukan oleh Kepala Museum Sang Nila Utama maupun jajarannya. Menindaklanjuti langkah tersebut, Gubernur Riau diminta menyelidiki kasus tersebut melibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Selain itu Gubernur perlu membentuk Tim Independen untuk melakukan Audit Manajemen (Pengelolaan) Museum Sang Nila Utama. Hal serupa pernah dilakukan pada kasus Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.
Kedua, Meminta Gubernur Riau menghitung ulang kerugian atas hilangnya koleksi Museum dengan melibatkan tim profesional penghitungan koleksi-koleksi bersejarah (warisan budaya) dan mengungkapkan jenis koleksi yang hilang secara jujur, serta mengungkap nilai penting koleksi-koleksi tersebut. Kerugian 54 juta rupiah sebagaimana diungkapkan, seakan menunjukkan bahwa koleksi tersebut tidak memiliki nilai apapun, selain nilai ekonomi semata.
Ketiga, Meminta Kapolda Riau mengungkap Kasus ini dan menemukan siapa pelaku pencurian. Perlu diketahui bahwa kasus hilangnya koleksi museum tidak dilihat semata-mata kasus pencurian biasa, tetapi juga menyangkut identitas dan jati diri bangsa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Keempat, Mendukung langkah Pegiat Sejarah dan Kebudayaan Riau maupun rekan-rekan media massa untuk mengawal dan memantau kasus ini. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi Pemerintah maupun Pemerintah Daerah agar tidak terulang kembali.
Salam Budaya...!
Jakarta, 23 Maret 2017
Hormat kami,
Jhohannes Marbun
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA)
0813 2842 3630
(rls)-[MEG]
NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Masyarakat pelestari warisan budaya kembali dikejutkan oleh berita hilangnya koleksi Museum Sang Nila Utama Provinsi Riau hari Selasa, 21 Maret 2017. Kejadian ini sangat memprihatinkan dan Modus serupa telah berulangkali terjadi pada museum-museum lainnya di Indonesia seperti Kasus Hilangnya 75 Koleksi emas masterpiece dari Museum Sonobudoyo, Yogyakarta (2010) belum terungkap, begitu juga kasus Hilangnya 4 koleksi emas Masterpiece dari Museum Nasional, Jakarta (2013). Beberapa museum lain di Indonesia juga mengalami kasus serupa.
Kejadian terakhir yaitu Hilangnya Koleksi dari Museum Daerah Sang Nila Utama Provinsi Riau. Koleksi yang dikabarkan hilang yaitu 3 buah Keris Melayu, 1 buah Pedang Melayu Sondang, 1 buah Piring Saladon Emas, 1 buah Kendi VOC, dan 1 buah Kendi Janggut. Celakanya kerugian ditaksir HANYA Rp 54 juta. Ini merupakan bentuk kelalaian yang terus dipelihara oleh Pemerintah/Pemda tanpa mau belajar dari kesalahan sebelumnya.
Seringkali yang dijadikan kambing hitam adalah matinya CCTV dan jumlah petugas keamanan yang minim. Alasan ini sebenarnya mengada-ada. Sebab Pemerintah Pusat (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) telah memberikan instruksi kepada Museum-museum daerah untuk memperkuat sistem keamanan museum pada tahun 2010 pasca hilangnya Koleksi emas Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Sehingga sekedar beralasan bahwa CCTV mati dan minimnya petugas keamanan seharusnya tidak lagi menjadi alasan. Oleh karena itu, kelalaian ini harus memiliki konsekuensi hukum terhadap pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab atas keamanan koleksi museum tersebut.
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah, khususnya Provinsi RIAU tidak pernah belajar dari kasus-kasus sebelumnya, cenderung mengabaikan keamanan koleksi museum, dan masih memposisikan museum gudang 'barang rongsokan'. Hal ini kontraproduktif dengan semangat Pemerintah Provinsi Riau yang hendak menjadikan Provinsi tersebut menjadi Pusat Kebudayaan Melayu di Dunia.
Untuk itu, Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA) meminta:
Pertama, Kasus ini harus diselesaikan secara serius. Gubernur Riau harus bertanggung jawab atas kehilangan koleksi tersebut dan mengungkap dugaan kelalaian yang dilakukan oleh Kepala Museum Sang Nila Utama maupun jajarannya. Menindaklanjuti langkah tersebut, Gubernur Riau diminta menyelidiki kasus tersebut melibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Selain itu Gubernur perlu membentuk Tim Independen untuk melakukan Audit Manajemen (Pengelolaan) Museum Sang Nila Utama. Hal serupa pernah dilakukan pada kasus Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.
Kedua, Meminta Gubernur Riau menghitung ulang kerugian atas hilangnya koleksi Museum dengan melibatkan tim profesional penghitungan koleksi-koleksi bersejarah (warisan budaya) dan mengungkapkan jenis koleksi yang hilang secara jujur, serta mengungkap nilai penting koleksi-koleksi tersebut. Kerugian 54 juta rupiah sebagaimana diungkapkan, seakan menunjukkan bahwa koleksi tersebut tidak memiliki nilai apapun, selain nilai ekonomi semata.
Ketiga, Meminta Kapolda Riau mengungkap Kasus ini dan menemukan siapa pelaku pencurian. Perlu diketahui bahwa kasus hilangnya koleksi museum tidak dilihat semata-mata kasus pencurian biasa, tetapi juga menyangkut identitas dan jati diri bangsa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Keempat, Mendukung langkah Pegiat Sejarah dan Kebudayaan Riau maupun rekan-rekan media massa untuk mengawal dan memantau kasus ini. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi Pemerintah maupun Pemerintah Daerah agar tidak terulang kembali.
Salam Budaya...!
Jakarta, 23 Maret 2017
Hormat kami,
Jhohannes Marbun
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA)
0813 2842 3630
(rls)-[MEG]