Oleh Agung Marsudi
Pemerhati geopolitik, asli Sragen
PILKADA Sragen 2024 sudah game over. Dengan kekuatan (hand), usaha bisa dihitung, makanya punya harapan (hope). Si perintis, kini tersenyum manis, romantis.
Dari hasil hitung cepat yang dilakukan Desk Pilkada, pemerintah kabupaten Sragen, pasangan Sigit-Suroto menang di total 20 kecamatan di Kabupaten Sragen.
Pasangan Sigit-Suroto mendapat suara 330.358 suara (56,66%). Sedang pasangan Bowo-Suwardi mendapat suara sebanyak 252.719 (43,34%).
Kabar pasangan Sigit-Suroto memenangi pertandingan, bukan sesuatu yang luar biasa, karena sudah diprediksi sebelumnya. Meski kubu politik dinasti memiliki semua potensi yang bisa diangkakan (jaringan, struktural, finansial)
Sudah lama, mesin politik di kabupaten Sragen didominasi oleh dua kekuatan, yaitu kubu "nDayu" dan kubu "Kuwung Sari", PDIP versus Golkar. Rivalitas yang kental, masih menyimpan "politik dendam", yang mestinya sudah bisa mencair, seiring makin meningkatnya kesadaran politik warga.
Pesta demokrasi lokal tahun ini terasa anomali. Ada semacam arus balik kemacetan demokrasi. Praktik dinasti politik, politik dinasti seperti fenomena gunung es, jika dibiarkan akan mencair menjadi gelombang sosial. Dan gelombang itu diselesaikan dengan tuntas, di perahu Sigit Pamungkas.
Ada satu alasan, yang menjadi pendorong Sigit-Suroto menang, mesin politik perubahan yang berkoalisi dengan rakyat, berjalan kencang. Bumi Sukowati, tak sabar pingin "ganti bupati".
Tak ada dikotomi antara Bowo yang mantan anak pejabat, dengan Sigit yang anak petani, keduanya putra terbaik asli bumi Sukowati. Demokrasi akan menemukan jalannya sendiri.
Nasib Sragen lima tahun ke depan, hitam putihnya justru berada di genggaman warganya. Itulah sejatinya kekuatan. Demokrasi yang membebaskan.
1 Desember 2024