MEJA POLITIK DI WAREH KUPI
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

MEJA POLITIK DI WAREH KUPI

Minggu, 01 Desember 2024,


 

Oleh Agung Marsudi
DURI INSTITUTE

ENAM gelas kopi sanger telah tersaji, untuk 3 orang politisi, 1 orang pengusaha, 1 orang akademisi dan seorang yang suka menulis. Yang terakhir disebut saya.

Pagi itu, meja tengah, tepat di depan meja para barista Wareh Kupi, Pekanbaru, dimana kami berdialektika, dipenuhi asap rokok membubung tinggi. Benar kata orang, para politisi, identik dengan rokok dan kopi. Sejoli yang tak bisa dipisahkan.

Topik diskusi kami, seperti iklan di mobil berat, panjang kali lebar. Panjang lebar, kali tinggi. Hingga meja itu harus dipasang table sign "reserved" karena harus kami tinggalkan dulu, untuk beralih tempat ke Simpang Tiga.

Sore hari kami kembali di meja yang sama. Deal politik telah berlalu, tersisa tafsir-tafsir politik berbeda tentang nasib Riau, lima tahun ke depan.

Nasib partai Golkar usai Syamsuar kalah. Nasib "para tersangka" yang disembunyikan selama Pilkada. Nasib kota Pekanbaru di bawah kepemimpinan Agung-Markarius, Bengkalis di tangan Kasmarni-Bagus.

Sepertinya semua tuntas, dibahas. Menjelang malam kami harus berpisah, untuk bertemu esok hari. Hari yang dinanti. Sementara saya diamankan di Aryaduta.

Meja di Wareh Kupi, memberi isyarat pentingnya politik diperbincangkan, setiap saat setiap waktu. Sehingga tak ada istilah, "Belum cukup umur" sehingga Gus Dur pernah bilang, "Riau gak ada apa-apanya!"

Itulah "cara memanggil" yang efektif. Untuk berbagi kue kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif dan "yudikatif".

Hidup di negeri petrodolar, kok gak pernah pegang dolar. Kopi kental, membuat orang saling kenal. Kenali semua, "kuasai" salah satunya.


1 Desember 2024

TerPopuler