Oleh Agung Marsudi
"Menyediakan peti mati, ambulance, formalin, papan bunga dan kain kafan"
BEGITU bunyi iklan sahabat saya yang sudah puluhan tahun tak jumpa. Di kartu nama digitalnya tertulis R.N., Persaudaraan Pengemudi Ambulance Indonesia, disingkat PPAI. Kebetulan ia ketua di Kabupaten Bengkalis.
Awalnya saya mengira PPAI ada kaitannya dengan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) rupanya bukan. Ini kumpulan para pengemudi ambulance. Sebuah organisasi sosial yang masih baru.
Di tengah suhu politik yang mulai memanas, jelang Pilkada Serentak 2024. Memang diperlukan moda dan seperangkat alat kesiapsiagaan, mengantisipasi segala resiko yang bakal terjadi (emergency), apalagi ketika kampanye.
PPAI siaga 24 jam, sekaligus menyiapkan kebutuhan akan peti mati, ambulance, formalin, papan bunga dan kain kafan.
Saya lupa menanyakan, ini layanan gratis atau berbayar. Meski semua sudah tahu, seperti politik, "no free lunch". Tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis. Urusan hulu hilir upacara kematian, juga butuh biaya.
Itulah sebabnya para wakil rakyat, kepala daerah sering berlomba-lomba dan bangga memberikan hadiah mobil ambulance kepada warga, perkumpulan sosial dan paguyuban.
Tapi mereka lupa, siapa sopirnya. Suara para sopir ambulance tidak terwakili oleh bunyi sirine, yang sering "meraung" membelah keramaian. Agaknya suara pengemudi ambulance juga berharga (di Pilkada).
24 September 2024