KEJAMNYA IBUKOTA Print Friendly and PDF -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

KEJAMNYA IBUKOTA

Sabtu, 31 Agustus 2024,


 

Oleh Agung Marsudi

SETELAH tak lelah, menawarkan diri kanan kiri, lalu gagal ikut Pilkada Jakarta, Anies Baswedan mengunggah sebuah pernyataan melalui media sosial:

"Kalau masuk partai, pertanyaannya adalah partai mana yang sekarang tidak tersandera oleh kekuasaan?"

Anda pernah jadi gubernur Jakarta, lalu ikut kontestasi pilpres 2024 kalah, kini ngotot mau ikut pilkada Jakarta lagi, apa yang anda cari kalau bukan kekuasaan. Mas Anies, lampu merah itu artinya berhenti.

"Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya" begitu judul bukunya Rusdi Mathari.

Anda pintar, bahkan bodoh saja tak punya. Sudah tahu politik itu makin diminum, makin haus. Anda tetap ngotot minum. Mabuklah! Politik juga menganut teori klasik ekonomi, "supply and demand". Makin anda tawar-tawarkan, makin murah harganya. Sesederhana itu.

"Harga anda sudah rendah, bukan berarti anda tak berharga!"

Meski masih segar dalam ingatan, ketika debat capres, publik anda sihir dengan argumen fasih, setengah bersilat lidah, anda katakan, "Kekuasaan lebih dari soal bisnis, uang, kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat"

Kejamnya ibu tiri, tak sekejam ibukota. Bisanya mantan gubernur tersungkur di daerahnya sendiri. Ambisi itu seperti api memakan kayu bakar. "Mas Anies, Mas Anies!"

Lalu di layar berbeda masih di media sosial, FA bersuara:

"Untuk apa keputusan MK dibela rakyat & mahasiswa bila ujungnya yang diusung sebagai Cagub DKI Jakarta adalah boneka titipan istana?

Anies dan arus aspirasi gerakan perubahan makin fokus amati lakon Mega & Jokowi. Kalau PDIP manuver usung Pramono, maka sempurna drama politik Mulyono.

Siapa pula FA itu, macam negeri ini miliknya saja. Faizal Assegaf lupa dialog Nagabonar, yang terkenal itu, "Sudah kubilang jang, jangan ikut bertempur. Mampuslah kau!"

Bah! Ngeri kali negeri ini.
"Otak udang, otak tenggiri"
(Cakep). Lanjutkan pantunnya sendiri.


Solo, 31 Agustus 2024

TerPopuler