"REVOLUSI YANG KITA MAU!"
Agung Marsudi
Duri Institute
Di hati setiap para pejuang, melihat kondisi bangsa dan negara saat ini, resolusi 2024 adalah revolusi.
Seperti mural yang terpajang di dinding Lautze 61, "Revolusi yang kita mau". Semangat itu terus ada, menyala dan membara! Meski sering diikuti ihwal keluhan klasik, 'logistik'.
Di simpul-simpul perjuangan rakyat mesin klasik itu menghantui, padahal ia bukan hantu. Jika revolusi dimaknai api, tentu butuh amunisi. Jika revolusi yang dimau adalah revolusi ketatanegaraan, maka "privatisasi" gerakan harus disudahi. Sebab ini soal marwah konstitusi. Soal delusi kekuasaan. 25 tahun bangsa ditipu dengan UUD palsu.
Kabar terbaru, di medsos kini mulai muncul isu operasi "skenario awan hitam'. Jika api merah disulut, kemelut. Tanda-tanda tak terlihat mata, mengarah ke sana.
Fakta obyektifnya, gerakan rakyat sulit mencapai tujuan, jika tidak ada tangan-tangan politik. Gerakan politik sulit menembus pintu, tanpa dukungan rakyat. Dorongan kekuatan rakyat dan politik yang membuat api revolusi membesar.
Sebab di sepanjang jalan pemuja demokrasi dan kekuasaan selalu bilang, "anjing menggonggong kafilah berlalu".
Pemilik kedaulatan dianggap anjing yang menggonggong. Tentu menyakitkan. Mengadu ke MPR sekarang, dijawab dengan visi MPR sebagai "Rumah kebangsaan, pengawal ideologi pancasila dan kedaulatan rakyat. Sementara praktiknya jauh panggang dari api. Dahulu loyang sekarang besi.
Saatnya Indonesia bergerak. Jalan revolusi itu dimulai di sini, tahun ini. Jalan kebangsaan, mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat.
Para pejuang sejati, akan menempatkan kembali nilai-nilai kebenaran bangsa sendiri sebagai jalan terbaik, untuk memperbaiki masa depan bangsa dan negara, sebagaimana cita-cita luhur para pendiri bangsa.
Jika sidang istimewa tak bisa, dekrit presiden tak mungkin, hanya tinggal satu pilihan "Dekrit Rakyat Indonesia".
Jakarta, 1 Januari 2024
*) Foto: Monumen Tekad Merdeka, stasiun Pasar Senen, Jakarta.