NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA – Baru-baru ini beredar surat undangan di lingkungan wartawan yang mengharapkan kehadiran para kuli elektronik itu menghadiri acara pemusnahan rokok illegal dan minuman beralkohol hasil operasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam surat undangan tersebut disebutkan bahwa salah satu persyaratan untuk dapat hadir meliput acara itu adalah ‘wartawan wajib menunjukkan kartu uji kompetensi wartawan yang dikeluarkan oleh dewan pers’.
Surat undangan dengan poin diskriminatif inipun tak pelak memunculkan kegelisahan di kalangan wartawan Madura, terutama wartawan online yang tidak terafiliasi dengan dewan (pecundang) pers tersebut. Hal itu tentu saja menimbulkan kecurigaan tentang adanya kolaborasi busuk antara lembaga negara, dalam hal ini Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Madura Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dengan dewan (pecundang) pers bersama organisasi pers kompradornya.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, bersuara keras terkait fenomena aneh yang terjadi di kampungnya Prof. Mahfud MD ini. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 yang dikenal getol membela wartawan termarginalkan itu bahkan mengatakan bahwa para oknum pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia memelihara kedunguan dan kebodohan akut.
“Parah sekali kondisi sebagian terbesar pengelola negara ini, bagaimana mungkin sekelas pejabat kepala kantor yang minimal Eselon III tidak paham peraturan perundangan yang ada di negara ini. Apa dasar hukumnya menetapkan kewajiban bagi wartawan harus mempunyai kartu uji kompetensi wartawan dari dewan pers? Ngawur bin tolol bin dungu pejabat semacam itu,” ujar Wilson Lalengke menjawab wartawan soal surat undangan yang ditandatangani Muhammad Syahirul Alim selaku Kepala Kantor Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Madura tersebut, Kamis, 7 Desember 2023.
Pejabat struktural itu, lanjutnya, pasti melewati Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) yang salah satu materi diklatnya adalah pengetahuan dan ketaatan terhadap peraturan peundangan yang berlaku di negara ini. “Menjadi pegawai pemerintah, apalagi pejabat, harus taat asas, taat hukum, harus berintegritas dan disiplin, bekerja sesuai prosedur standar operasional (Standard Operational Procedure). Tidak bisa semau gue, sesuka hati. Dalam mengambil kebijakan saja harus ada pertimbangan hukumnya, bukan asal ambil kebijakan. Apalagi untuk hal-hal yang sudah jelas aturan perundangannya, tidak bisa suka-suka,” tambah tokoh pers nasional itu mempertanyakan kualitas pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang dinilainya rendah ini.
Untuk itu, Wilson Lalengke, meminta kepada Menteri Keuangan dan jajaran pimpinan di kementerian tersebut agar selektif dalam menempatkan pejabatnya. Dia berharap agar orang-orang yang ditunjuk untuk menduduki jabatan yang terkait dengan pelayanan publik benar-benar orang yang paham perundang-undangan, bukan karena faktor nepotisme dan atau keuangan yang maha besar.
“Saya harap para pemangku kepentingan di Kementerian Keuangan Republik Indonesia, mulai dari pucuk pimpianan Menteri Keuangan Sri Mulyani, hingga ke jajaran pelaksana teknis, agar benar-benar selektif dalam menempatkan orang-orang di jabatan-jabatan strukturalnya. Mereka harus benar-benar orang yang memiliki kualitas sebagai pemimpin, manajer, yang sekaligus pemikir yang cerdas. Jangan pelihara orang dungu di kementerian Anda,” pungkas Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) ini mengakhiri keterangannya. (APL/Red)