IJASAH ADALAH DOKUMEN TERPALSU
Oleh Agung Marsudi
ENTAH karena marah pada situasi atau sekedar menyindir kasus dicabutnya gugatan "ijasah palsu Jokowi" versi Bambang Tri, seorang sahabat lama, arek Suroboyo menulis:
"Matematika bego di ijasah dikasih nilai 6,7, dan 8. PMP pas-pasan dapat sembilan. Bahasa Inggris belepotan di ijasah bisa dapat nilai 7 atau 8. Angka-angka baik itu karena guru sungkan dan tak tega memberi nilai 5 ke bawah. Jadilah ijasah adalah dokumen terpalsu".
Kali lain, dia menambahkan:
"Kicauan Yusril dan Eggi Sudjana terkait polemik ini cukup renyah dan gurih untuk menambah wawasan kita terkait lika-liku dan aturan main beracara di Pengadilan. Namun, kita jeda sejenak dari nimbrung berkicau dari sisi-sisi normatif tersebut. Kita mencoba angkat dari sisi filsafat.
Ijasah secara filsafat tak terlalu urgen dijadikan syarat sebuah kepemimpinan. Selembar kertas yang tak cukup lebar sebagai referensi cakap tidaknya seseorang menangguk sebuah jabatan dan kepemimpinan. Apalagi bila selembar kertas ijasah tersebut dicetak oleh iklim dunia pendidikan kita yang masih diragukan otentifikasi produk-produknya.
Sejatinya, syarat ijasah untuk para pemimpin dari RT hingga Presiden sudah waktunya ditiadakan. Karena kompetensi kepemimpinan seseorang sedikit sekali diperoleh dari bangku-bangku pendidikan formal. Dan syarat itu mustinya sudah kita kategorikan sebagai syarat yang primitif".
Senada mengenai isu "ijazah palsu Jokowi", Si Rocky mengatakan isu ini tidak terlalu penting untuk dibahas. Si Gerung sebut ijasah tidak penting untuk memimpin. Menurut Rocky Gerung, "ijasah itu hanya menunjukkan Anda pernah sekolah, tapi tidak menunjukkan anda pernah berpikir".
Sekolah dan ijasah, hanya dimaknai tempat dan kertas. Tak lebih dari itu. Kualitas sekolah, dan keaslian ijasah, tak bisa dilihat dengan mata sebelah. Meski SMA Negeri 5 dan 6 Solo itu bersebelahan.
Ini soal kepalsuan, yang disembunyikan.
Banyumas, 1 November 2022