DESA DAN GELOMBANG KETIGA
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

DESA DAN GELOMBANG KETIGA

Senin, 17 Oktober 2022,



DESA DAN GELOMBANG KETIGA


Oleh Agung Marsudi


WAKTU saya kecil di depan kantor desa Sidodadi, Masaran, Sragen, Jawa Tengah, ada bangunan segitiga sama sisi, bergelombang dan di tengahnya ada pohon beringin.


Ketika senja dan malam hari tiba biasa anak-anak remaja bercengkrama, saling berebut gelombang sambil tiduran. "Menghitung hari, detik demi detik'. Sesekali bernostalgia, karena di sampingnya, meliuk memanjang, masih ada rel lori tebu PG Tasikmadu.


Cerita tentang "gelombang" itu kini telah pergi, berganti hotmix. Di atas bekas rel lori tebu berdiri ruko renteng, dan rumah-rumah warga. Kerinduan akan "desa yang kucinta, pujaan hatiku, tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku". Pohon trembesi raksasa di samping balai desa pun telah sirna.


Kini desaku pun mulai berkeringat dengan nyala "gelombang ketiga". Entah api, entah gizi.


Mungkin Alvin Toffler, sudah geram, sehingga menggambarkan gelombang ketiga itu (The third wave) menjadi pemuncak pergeseran kekuasaan, pengetahuan, kekayaan, dan kekerasan di penghujung abad ke 21.


Revolusi komunikasi seperti pasukan jalangkung. Datang tak diundang, pulang tak diantar. Ia melompat di antara revolusi politik, pendidikan, pertanian, dan industri. 


Dalam konteks nasional, Anis Matta, juga nimbrung dalam lanskap yang lebih luas, lalu membagi perjalanan sejarah Indonesia menjadi tiga gelombang besar. Pertama, "menjadi Indonesia" yang berlangsung sejak abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20. Kedua, "menjadi negara modern" yang terjadi sejak merdeka sampa era reformasi, serta gelombang ketiga sebagai gelombang "sejarah baru" yang dimulai 2014 sampai waktu yang akan ditentukan oleh sikap bangsa ini ke depan. 


Dan saya yakin, desa saya tak bakal hanyut dalam gelombang ketiga, karena desa kami jauh, dan sangat jauh dari gelombang laut kidul yang dahsyat itu.


Selamat tinggal era pertanian, dan industri. Selamat menikmati era informasi dan komunikasi. Yang pasti, ada kejutan masa depan (future shock).


Meski segala sesuatu bisa saja terjadi, namanya juga desa Sidodadi, desa "bakal jadi".



Solo, 17 Oktober 2022

TerPopuler