Siswi SMP Dianiaya 12 Siswa SMA, Korban Trauma dan Depresi Berat
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Siswi SMP Dianiaya 12 Siswa SMA, Korban Trauma dan Depresi Berat

Rabu, 10 April 2019,


NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Seluruh Dewan Komisioner Komnas Perlindungan Anak sangat menyayangkan dan prihatin terhadap peristiwa penganiayaan, perundungan juga persekusi yang dilakukan 12 orang siswi SMA secara bergerombol terhadap seorang siswi SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat mengakibat korban mengalami sakit, trauma, dan depresi berat, yang terjadi pada 29 Maret 2019.

Setelah Tim Relawan Sahabat Anak Indonesia untuk wilayah kerja Kalimantan Barat mendapat data dan kepastian peristiwa perundungan ini, Komnas Perlindungan anak sangat menyayang dan mengambil sikap bahwa penganiyaan, perundungan, persekusi diikuti kekerasan seksual yang dikakukan 12 geng siswi ini tidak bisa ditoleransi oleh akal sehat manusia lagi.

Oleh sebab itu, mengingat pelaku masih dalam status usia anak dan dalam perspektif perlindungan anak masih memerlukan perlindungan, sebagaimana diatur dalam ketentuan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Distim Peradilan Pidana Anak (SPPA), junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tetang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perindungan Anak, Komnas Perlindungan Anak mendorong Penegak hukum yakni Polresta Pontianak yang menangani perkara penganiayaan dan perundungan terhadap siswi ini menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam proses penyelesaiannya,
demikian disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada pekerja media menanggapi kasus perundungan yang diduga dilakukan 12 siswi SMA terhadap siswi SMP di Pontianak di Studio Komnas Anak TV dibilangan Pasar Rebo Jakarta Timur Rabu 10/04.

Arist Merdeka Sirait menambahkan bahwa dengan pendekatan keadilan restoratif tersebut selain meminta pertangungjawaban hukum para pelaku atas tindakan pidananya, pihak kepolisian Polresra Pontianak juga bisa menggunakan pendekatan “diversi” terhadap pelaku berupa sanksi tindakan seperti saksi sosial guna memulihkan harkat dan harga diri korban yang telah dilecehkan dan berdampak efek jera, misalnya dengan cara para pelaku meminta maaf secara terbuka kepada korban dihadapan orangtua dan penegak hukum, misal minta maaf dan diikuti dengan mencium kaki korban.

Peristiwa ini memunculkan pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh kita semua orangtua, masyarakat, dunia pendidikan dan pemerintah termasuk alim ulama, ada apa dengan keluarga dan lingkungan, karena munculnya perilaku dan perbuatan sadis ini tidak berdiri sendiri. Bisa saja karena terinpirasi dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya atau terinpirasi tayangan-tayangan yang tidak edukatif.b Sebab dunia anak adalah meniru yang ada disekitarnya.

Kejadian ini, Polresta Pontianak bekerja keras mengungkap dan menangani kassus kekerasan ini dan telah memeriksa orangtua korban dan dua saksi atas peristiwa penganiayaan ini yang berada dilokasl kejadian.

Oragtua korban baru melaporkan perkara perindungan ini setelah 2 minggu peristiwa ini terjadi, karena korban terus menerus diancam oleh pelaku. Namun karena berdampak pada menurunnya kesehatan korban, dan sudah mampu menahan sakit, akhirnya korban menceritakan kepada ibuya.

Pertiwa yang dialami siswi Sekolah Menengah pertama di kota Pontianak Kalimantan Barat berniasial A (14) menjadi perhatian publik setelah dirinya dianiaya oleh 12 orang pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA) pada Jumat 29 Maret 2019 lalu di jalan Sulawesi dan Taman Jaya Kalimantan Barat .

Selain dianiaya secara bergerombol, yang cukup mengerikan sadis dan diluar akal sehat manusia apalagi para pelaku masih dalam usia anak, adalah kemaluan korban tersebut juga dirusak oleh salah satu pelaku dengan memasukkan jari pada vagina sehingga korban kehilangan keperawanan dan terjadi pendarahan hebat dan betdampak pebengkakan di sekitar area kewanitaan nya. Akibatnya A mengalami luka fisik, psikologis yang cukup serius dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Ibu korban LM menuturkan peristiwa tersebut terjadi pada 29 Maret 2019 setelah dirinya mendapat laporan

dari anaknya secara rinci yang menjelaskan bahwa kejadian itu bermula saat korban dijemput oleh salah seorang diantara 12 pelaku yakni di kediaman kakeknya sekitar nnñpukul 14.00 WIB yang merupakan siswi SMA di Pontianak itu meminta korban mempertemukan dengan kakak sepupunya yaitu dengan alasan ada yang ingin dibicarakan yang sesungguhnya korban tidak terlalu mengenal pelaku, lantas menyetujui hal itu hingga bertemu dengan VOC.

Setelah bertemu, ternyata yang menjemput tidak sendiri melainkan 4 orang, kemudian A dan PO dibawa ke tempat sepi di belakang aneka Pavilion di Jalan Sulawesi.

Setibanya di lokasi tersebut lanjut ibu korban menjelaskan, terjadilah cekcok mulut yang dikompori oleh salah seorang siswi yang diduga menjadi provokator yakni SF sehingga terjadilah adu jotos, sementara diantara mereka yakni NT dan PC juga melakukan kekerasan terhadap A yang berada ditempat kejadian mulai dari membully, menjambak rambut, membenturkan kepala ke aspal hingga menginjak perutnya korban dan ketika A bangun, mukanya ditendang dengan sepatu sandal gunung sehingga terjadi pendarahan dalam hidung dan terdapat benjolan dan luka dalam di kepala.

Kemudian salah seorang pelaku lainnya yakni TR bahkan mencoba merusak kemaluan A dengan cara mencolok kemaluan korban menggunakan jari dengan maksud untuk membuat korban tidak lagi perawan sehingga menyebabkan pendarahan dan pembengkakan di area kewanitaan korban.

“yang saya tidak bisa terima, pelaku sampai merusak vagina anak saya”, demikian disampaikan ibu korban.

Setelah kejadian itu anak saya baru berani bicara kalau kalau dia dianiaya sekarang dia depresi tertekan trauma berat terus psikis nya sangat terganggu Bahkan anka saya selalu mengigau (berhalunisasi) karena di bayangan anak sata orang-orang yang melakukan penganiayaan itu selalu datang, sehingga anak saya takut.

Masih menurut L M, sempat ada upaya mediasi antara mediasi pihaknya dengan keluarga pelaku namun saya bersikukuh untuk melanjutkan kasus ini ke jalur hukum
Saya tetap ingin melanjutkan melalui jalur hukum karena ini menyangkut harkat dan martabat dan hakhidup anak saya terlebih lagi ini kekerasan, penganiayaan bahkan pengeroyokan. Bahkan mereka setelah melakukan pemukulan dan pengeroyokan terhadap anak membuat postingan di media sosial bahwa mereka bangga telah melakukan penganiayaan tegasnya.

Ibu kotban.menambahkan informasi sebelum anaknya menjadi korban penganiayaan sudah banyak informasi yang mengatakan bahwa gerombolan siswi SMA tersebut tekah sering melakukan perbuatan serupa kepada siswi lain namun tidak dilaporkan. ” Yang saya tahu mereka menganiaya, mengeroyok anak saya habis-habisan dan yang paling parah kemaluan anak saya sempat dirusak ini termasuk kategori geng pelajar yang brutal dan nakal, dakit Jiwa ditambah postur tubuh mereka tinggi tinggi dan besar. Atas jejadian ini saya berharap pihak sekolah menindak tegas muridnya dan menurut informasi yang didapat permasalahan ini berawal karena masalah asmara di mana kakak sepupu korban merupakan mantan pacar dari pelaku penganiayaan. Ayo selamat A dan kita jadikan peristiwa ini menjadi gerakan nasional anti perundungan, anti atau bullyng dan persekusi, desak Arist. [Red/Akt-01]


 

 


Media Network AktualNews.co.id

TerPopuler