NUSANTARAEXPRESS, WAJO - Bercerita Hari Jadi Wajo (HJW), memang tak bisa lepas dari peran sang pemimpin daerah tingkat II Kabupaten Wajo ke-8, Dachlan Maulana. Melalui peraturan daerah Kabupaten Wajo, Nomor 12 tahun 1995, tepat tanggal 17 Juli disetujui penetapan HJW.
Setelah melalui pengkajian ilmiah yang cukup panjang, disepakatilah pelantikan La Tenri Bali sebagai Batara Wajo pertama pada tahun 1399 masehi. Disepakati pula Hari Jadi Wajo tanggal 29 Maret.
Dikisahkan Kepala Dinas Pemuda Olahraga, Budaya dan Pariwisata Wajo, HA Darmawangsa. Pengangkatan La Tenri Bali sebagai Batara Wajo pertama, menunjukkan besarnya keinginan rakyat wajo hidup dalam persatuan dan kesatuan ketika pada masa itu Kerajaan Cinnong Tabi runtuh.
"Rakyat pada masa itu bercerai berai, hidup berpencar. Hal itu membuat pemuka Boli meminta La Tenri Bali menjadi Arung Mataesso atau Arung Parujung Aju," kisah Darmawangsa.
Ketokohan La Maddukelleng, Daeng Sipuang, Arung Siengkang, Arung Peneki, Sultan Paser, Arung Matoa Wajo ke-31 adalah sumber pemaknaan Hari Jadi Wajo yang diperingati setiap 29 Maret.
Maddukelleng sendiri memiliki pemikiran yang lebih maju, ia telah mampu menggalang raja-raja Bugis-Makassar untuk mengusir penjajahan Belanda dari Sulawesi.
"La Maddukelleng mengingikan kemerdekaan dan kebebasan Indonesia dari campur tangan orang lain bukan perjuangan hanya kemerdekaan orang Wajo," jelas Darmawangsa.
Pantaslah dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Presiden RI melalui Keputusan Presiden nomor 109/TK/1998 pada tanggal 6 November 1998 bertepatan dengan bulan pengangkatan La Maddukelleng jadi Arung Matoa Wajo yang ke XXXIV di Paria masa itu.
"Bupati Wajo ke-8 menetapkan HJW agar nilai luhur dapat dihadirkan kembali untuk menjiwai kehidupan masyarakat. Dachlan Maulana kala itu ingin menjadikan jati diri dan karakter serta menjadi sistem tata nilai yang disandingkan dengan nilai bangsa indonesia," tutupnya. [Mile Kp]
Setelah melalui pengkajian ilmiah yang cukup panjang, disepakatilah pelantikan La Tenri Bali sebagai Batara Wajo pertama pada tahun 1399 masehi. Disepakati pula Hari Jadi Wajo tanggal 29 Maret.
Dikisahkan Kepala Dinas Pemuda Olahraga, Budaya dan Pariwisata Wajo, HA Darmawangsa. Pengangkatan La Tenri Bali sebagai Batara Wajo pertama, menunjukkan besarnya keinginan rakyat wajo hidup dalam persatuan dan kesatuan ketika pada masa itu Kerajaan Cinnong Tabi runtuh.
"Rakyat pada masa itu bercerai berai, hidup berpencar. Hal itu membuat pemuka Boli meminta La Tenri Bali menjadi Arung Mataesso atau Arung Parujung Aju," kisah Darmawangsa.
Ketokohan La Maddukelleng, Daeng Sipuang, Arung Siengkang, Arung Peneki, Sultan Paser, Arung Matoa Wajo ke-31 adalah sumber pemaknaan Hari Jadi Wajo yang diperingati setiap 29 Maret.
Maddukelleng sendiri memiliki pemikiran yang lebih maju, ia telah mampu menggalang raja-raja Bugis-Makassar untuk mengusir penjajahan Belanda dari Sulawesi.
"La Maddukelleng mengingikan kemerdekaan dan kebebasan Indonesia dari campur tangan orang lain bukan perjuangan hanya kemerdekaan orang Wajo," jelas Darmawangsa.
Pantaslah dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Presiden RI melalui Keputusan Presiden nomor 109/TK/1998 pada tanggal 6 November 1998 bertepatan dengan bulan pengangkatan La Maddukelleng jadi Arung Matoa Wajo yang ke XXXIV di Paria masa itu.
"Bupati Wajo ke-8 menetapkan HJW agar nilai luhur dapat dihadirkan kembali untuk menjiwai kehidupan masyarakat. Dachlan Maulana kala itu ingin menjadikan jati diri dan karakter serta menjadi sistem tata nilai yang disandingkan dengan nilai bangsa indonesia," tutupnya. [Mile Kp]